SENI HIBURAN

Kepariwisataan Garut Dalam Film Nasional

Sutradara film legendaris (alm) H Usmar Ismail (kanan), yang memotret wajah Garut tempo doeloe dalam film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” (1962). Jurukamera (alm) R Husen (kiri), berasal dari Garut. (Foo: Istimewa)
Sutradara film legendaris (alm) H Usmar Ismail (kanan), yang memotret wajah Garut tempo doeloe dalam film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” (1962). Jurukamera (alm) R Husen (kiri), berasal dari Garut.
(Foo: Istimewa)

Kepariwisataan Garut Dalam Film Nasional : Bagian (1)

Oleh: Yoyo Dasriyo

HARGA potret kenangan lawas dalam kekinian, memiliki magnetis tersendiri. Tak sedikit orang pun merindu kehidupan di masa silam. Namun kenangan tak pernah bisa dipersaingkan dengan kekinian. Mustahil bisa kembali menjelma dengan segala keutuhannya! Masa lalu sudah terlanjur luruh ke dalam perguliran waktu. Semua jadi milik hari kemarin., yang hanya menyisakan serpihan cerita nostalgia dalam keremangan bayang semata

Begitu banyak warga Garut yang merindu potret suasana perwajahan kotanya di masa silam. Terlebih, manakala Garut “tempo doeloe” tersanjung dengan pedikat “Dayeuh Pangirutan”. Agaknya kerinduan seperti itu sedikit terobati, andai saja bisa menyaksikan kembali tayangan film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” karya (alm) H Usmar Ismail tahun 1962. Meski film perjuangan itu bertokoh sentral tentang heroisme “Mohammad Toha” di Bandung Selatan, namun alur ceritanya berangkat dari daerah Garut.

Tokoh pejuang “Toha” yang diperani aktor (alm) Ismed M Noor, mengental dengan gambaran klasik dari perkampungan alami di Bentar Hilir. Atnosfer pinggiran kota itu menguat dengan kerindangan pohon kelapa. Memagari permukaan telaga, di kawasan Legok Ringgit. Terlukis pula keramaian pasar induk tradisional di sebelah Kelenteng. Deretan delman lusuh menyumbat wajah “Pasar Garoet”. Di depan pasar itu, aktris Mieke Widjaya dan “pendatang baru” Mila Karmila, ceria memburu delman bersama “Toha”.

Mereka pun sempat berfoto-foto di Studio Foto”Preanger”, Jl Talaga Bodas (Jl Jend A Yani), yang waktu itu terhitung bergengsi. Tampil kemudian suasana sudut keramaian perkotaan Garut, dengan kesibukan di lokasi SPBU, semasa masih berada di Jl Kenari (jl Pramuka), berdekatan dengan Makodim 0611/Garut. Lalu berpuncak dengan adegan perpisahan panjang, saat Mieke Widjaya dan Mila Karmila melepas kepergian sang pejuang di depan Stasiun KA Garut.

Film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” terhitung sebagai film nasional, yang sarat muatan kecantilan suasana klasik Garut. Di balik legenda sukses film ini, tersimpan dokumentasi perwajahan Garut. Lebih kental dibanding film “Dikejar Dosa” garapan Lukman Hakim Nain (1974), yang terbingkai sebagai film pertama dengan pemusatan lokasi syuting di seputar Garut. Kekayaan alami sektor kepariwisataan daerah Garut, lalu banyak melatari wajah perfilman nasional.

Betapapun, Garut layak berbangga. Tak semua potensi kepariwisatan daerah di Jawa Barat, tersentuh industri perfilman nasional. Walau hanya sebuah kota kecil, namun dinilai potensial dengan pesona hamparan kecantikan alamnya. Itu warisan yang memanjangkan legenda ‘Dayeuh Pangirutan’! Sangat realistis, jika dalam industri film nasional, banyak produser dan sutradara film, sinetron, hingga era FTV (film televisi) terpikat dengan ‘setting alami Garut, yang berharga filmis.

Kekayaan alam berkadar artistik dan filmis itu yang selalu jadi komponen penting dalam produksi film maupun sinetron. Belum lagi dukungan dari asset obyek wisatanya, yang tersebar di beberapa lokasi. Karenanya, Garut seringkali jadi ‘daerah alternatif’ di luar Bandung, untuk lokasi syuting film maupun sinetron. Tak sedikit sinetron batal syuting di Bandung, karena tergoda pesona alam Garut, dengan obyek kepariwisataan Cipanas di Kecamatan Tarogong, atau Situ dan Candi Cangkuang. di Kecamatan Leles.***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *