USAHA PRODUK

Peuyeum Bandung Kamashur

Oleh: Yoyo Dasriyo

Umur kemasyhuran tembang lawas “Peuyeum Bandung” menembus batas waktu. Sampai kini lagu pop berbahasa Sunda itu masih dikenal orang. Tetapi tak banyak orang tahu lagi, kalau penyanyi pertama yang mempopulerkan lagu karya (alm) Sambas Mangundikarta itu, justru Elly Kasim, penyanyi kondang dari ranah Minang. Riwayat kemasyhuran “Peuyeum Bandung” memang unik!  Lagu itu cepat mengemuka, di tengah kepopuleran Elly Kasim berlagu Pop Minang dekade 1960-an.

Reputasi sang penyanyi melesat bersama lagu seperti “Bareh Solok”, “Laruik Sanjo” dan “Ayam Den Lapeh”, yang semula dipopulerkan Nurseha dengan Orkes “Kumbang Tjari” pimpinan Nuskan Syarief. Surprise, terbukti “Peuyeum Bandung” menajamkan ketenaran Elly Kasim. Sukses fenomenal lagu ini bisa menghangatkan kancah lagu Pop Sunda (1966). “Peuyeum Bandung” merebut selera konsumen musik pop di negeri ini. Tak hanya di kawasan Jawa Barat.

Tembang sederhana itu menasional. Padahal “Peuyeum Bandung” tersembunyi di balik piringan hitam yang menjagokan judul “Si Nona”, iringan Band Arsianti pimpinan Bram Adrianto. “Justru orang bilang, Akang teh tokoh seniman lagu Sunda. Tapi kaget dan bangga, begitu tahu dari tulisan Ayi di ‘PR’, bahwa yang pertama mempopulerkan lagu ‘Peuyeum Bandung’ teh, penyanyi Minang….” begitu pernah diungkapkan (alm) Nano S sambil tertawa.

Karenanya, didampingi Sekretaris Disbudpar Kab Garut, Wiguna, pencipta lagu “Kalangkang” itu mengaku, sengaja bertandang ke Garut hanya untuk bertemu saya. Benar, Nano S tidak bercanda. Saat jumpa di halaman depan Gedung Pendopo Garut, seniman asal Pasar Kemis Tarogong, Garut itu bergegas saja menarik notes dan mencatat data. “Kang Nano” bergaya wartawan, minta saya menyebut deretan nama penyanyi pop di luar Jawa Barat, yang pernah berlagu Pop Sunda.

Terkadang, saya terpaksa bersenandung, untuk lagu yang tidak dikenalinya. Nano S terdiam, lalu bergeleng kepala. “Urang Sunda mah kurang perduli pada sejarah. Saya kaget, ternyata banyak penyanyi pop yang bukan orang Jawa Barat, tapi pernah turut mempopulerkan lagu Pop Sunda! Itu sejarah penting untuk para seniman musik Pop Sunda” kata (alm) Nano S penuh kesungguhan Sebenarnya, dalam kadar komersial, “Si Nona” (Pop Minang) lebih menjanjikan. Namun “Peuyeum Bandung” yang bersahaja, mampu menandingi sukses lagu itu.

Kondisi itu bukan hanya karena kekuatan lagu dan syairnya yang komunikatif, tetapi dimungkinkan terdukung dengan pamor Elly Kasim. Di lain sisi, artis luar Jawa Barat berlagu Sunda pun menuai daya pikat tersendiri. Tatanan melodi berlirik Sunda yang dibuat gampang dicerna, memudahkan pula “lidah Minang” dalam menembangkannya. Sungguh mengejutkan, manakala Tutty Subardjo, penyanyi pop berparas ayu asal Bondowoso, Jawa Timur, “berani” berlagu “Anteurkeun” dan “Panginten”, kemasan Orkes Mus K Wirya pimpinan Mus K Wirya (1965).

Kedua lagu Pop Sunda itu membarengi 6 lagu Pop Indonesia, dalam album PH bertajuk “Anteurkeun”. Semua lagunya  karya Mus K Wirya. Album ini pula yang menajamkan reputasi Tutty Subardjo, seteleh lejitan lagu “Janjmu”, “Kasih Tak Sampai” serta “Berikan Daku Harapan”. Kemasyhuran “Anteurkeun” melapis sukses Tutty dari lagu “Tiada Lagi”, “Anakku Sayang”, “Lupakanlah” maupun  “Perkenalan”. Ternyata Tutty fasih dan mampu melenturkan “lidah Jawa Timur”-nya, ke dalam aksen daerah Sunda.  Nyaris mulus!

Hanya sedikit terpeleset lidah, pada pengucapan akhir bait kedua dalam lagu “Arteurkeun”. Kalimat “Ka bali geusan ngajadi”, jadi “Ke bali geusan ngajadi”. Itu kesalahan yang layak dimaafkan! Pada tembang “Peuyeum Bandung” pun, kefasihan Elly Kasim “ternoda” salah pengucapan syair bahasa daerah, di luar kampung halamannya. Kata “sampeu” jadi “sampe”! Kesalahan itu abadi dalam piringan hitam peninggalan “Si Nona”!  Itu pun perlu dimaafkan.

Lain ceritanya dengan Diah Iskandar, saat berlagu “Ririungan”. Kalimat yang mestinya “macangkrama urang karumpul”, malah jadi “ngajak ramah urang karumpul”. Itu kesalahan yang mengundang tanya! Padahal, bukan sekali itu Diah Iskandar berlagu Pop Sunda. Banyak album rekaman Diah terdahulu yang mempopulerkan asset lagu lokal Sunda, sejak “Hate Abdi”, “Neuteup” hingga album Pop Keroncong (The Steps) yang memuat “Teungteuingeun”, “Panon Hideung”, “Pileuleuyan”, “Euis”, “Beas Beureum”, “Es Lilin” serta “Sorban Palid”.

Sepanjang riwayat Pop Sunda, Elly Kasim yang juga berlagu “Wilujeng Angkat”, bukan satu-satunya penyanyi pop Minang dalam kesuksesan Pop Sunda. Jauh sebelum itu, (alm) Oslan Husein pun mencuatkan lagu “Sorangan Wae” karya M Yusuf. Daya jual Pop Sunda yang menasional, dibuktikan lagi dengan banyak album Pop Indonesia bertajuk lagu daerah Jawa Barat. Ini pengakuan tentang martabat Pop Sunda, dalam kemampuannya menembus “multi etnis”!

Itu pula yang disepakati (alm) Nano S, bahwa kemasyhuran Pop Sunda hari kemarin, bukan hanya layak dibanggakan, namun juga tantangan dalam kondisi kekinian. Penguatan fakta sukses Pop Sunda di pentas nasional, terbingkai dengan sederet penyanyi pop kenamaan di luar Jawa Barat, yang bermunculan menembang Pop Sunda. ***  (Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *