SOSIAL POLITIK

Pengamat Sebut Ada Fenomena Keunggulan Petahana 

Gapura Jakarta ​,- era politik mulai mengalami perubahan dewasa ini baik secara teknikal maupun fundamental. Secara teknikal adalah terjadinya pergeseran alat dan arus informasi yang berkembang di masyarakat. Sedangkan secara fundamental yang terjadi adalah pergeseran ideologi dan pemahaman mengenai politik masyarakat.

Jika melihat perkembangan yang ada, incumbent memiliki berbagai keunggulan dibanding penantang dalam konteks pemilihan Kepala Daerah yang akan segera berlangsung secara serentak 2018, dan juga pemilihan Presiden 2019. Pakar Komunikasi Digital, Anthony Leong menyatakan keuntungan yang dimiliki oleh incumbent atau petahana seperti media, jaringan hingga akar rumput, mesin politik dapat menjadi keunggulan akan tetapi ada strategi lain untuk menumbangkan petahana.

“Secara umum incumbent atau petahana memiliki keunggulan dibandingkan calon penantang. Namun, di era teknologi ini, cyber space, informasi elektronik dan strategi digital dapat menjadi ‘senjata ampuh’ untuk menumbangkan petahana,” ujar Pakar Komunikasi Digital, Anthony Leong saat dihubungi media (14/8).

Seperti pada kontesasi Pilkada DKI Jakarta 2017 yang belum lama usai. Pasangan Anies- Sandi berhasil meningkatkan elektabilitas hingga nyaris 50% dalam waktu yang relatif singkat. Hal tersebut, dikatakan Anthony tidak lepas dari kampanye digital lewat media- media sosial. Namun tentunya gagasan yang disebarkan lewat media harus rasional dan mudah dipahami masyarakat.

“Dalam menyampaikan gagasan lewat media sosial, pasangan Anies- Sandi melakukan pendekatan yang menarik dan rasional. Pendekatan rasional idealnya didukung oleh fakta, data akurat dan relevan, menghadirkan solusi, serta mampu mengedukasi publik,” kata Anthony yang juga Koordinator INSIDER (Anies-Sandi Digital Volunteer)

Lebih jauh, CEO Menara Digital ini menjelaskan penyampaian yang dikemas kreatif dan lugas secara prsikologis mempengaruhi pilihan calon pemimpin. Kehadiran sosok baru ini dinilai sebagai alternatif yang menawarkan perubahan selain petahana.

“Pengemasan karakter calon lewat media sosial dapat mempengaruhi pilihan masyarakat. Namun, tentunya informasi mengenai gagasan harus konsisten, kreatif, dan berbeda dari penyajian kampanye incumbent,” tutur Anthony yang juga Fungsionaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu.

Untuk diketahui bahwa pengguna aktif internet di Indonesia sebanyak 88,10 juta jiwa. Kemudian pengguna aktif media sosial sebanyak 79,00 juta jiwa, terkoneksi dengan perangkat handphone sebesar 326,3 juta jiwa, sedangkan yang aktif menggunakan aplikasi pesan instan 66,00 juta jiwa.

“Besarnya jumlah pengguna internet dan media sosial turut merubah iklim politik di Indonesia. Penyampaian ide dan gagasan mulai berpindah ke media – media digital.  Di media sosial tidak mengenal istilah one man one vote, justru satu orang bisa memiliki kekuatan yang setara dengan puluhan, atau ratusan orang didalam mempengaruhi persepsi publik,” pungkas Anthony.***TGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *