SOSIAL POLITIK

Garut Kehilangan Lahan Produktif Hingga 5 Persen Pertahun

Gapura Garut ,- Alih fungsi lahan dari lahan produktif berupa pesawahan dan perkebunan menjadi kawasan permukiman telah menyebabkan terjadinya pengurangan lahan produktif tersebut hingga sebesar 5 persen setiap tahunnya.

Dari areal seluas 48.300 hektare (ha) di Kabupaten Garut terus mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan tersebut.

Menurut Kabid Sumberdaya Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Kabupaten Garut Kusman mengatakan, peralihan fungsi lahan ini mengancam produktivitas hasil pertanian.

“Jika dibiarkan, keadaan ini akan mengancam produktivitas hasil pertanian.Tiap tahunnya rata-rata 5 persen lahan produktif di Garut hilang dan beralih fungsi,” kata Kusman kemarin.

Menurut Kusman, peralihan lahan menjadi permukiman ini tidak boleh dibiarkan. Salah satu contoh peralihan ini terdapat pada beberapa lokasi di kawasan Kecamatan Tarogong.

“Di kawasan Tarogong dimana lahan yang biasa ditanami padi kini menjadi pemukiman penduduk dan perumahan,” ujarnya.

Meski pengurangan lahan terus terjadi, Kusman mengaku hasil pangan di Kabupaten Garut masih terbilang surplus untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.

“Namun jika penyempitan ini terus terjadi hingga beberapa tahun ke depan, tentu akan berpengaruh terhadap kebutuhan konsumsi masyarakat di Kabupaten Garut,” katanya.

Menurut Kusman, salah satu langkah untuk antisipasi agar tidak terjadi alih fungsi lahan secara terus menerus, pihaknya akan melakukan sosialisasi agar tidak terjadi alih fungsi lahan secara terus menerus. Bahkan di beberapa tempat seperti di wilayah Garut selatan, kini telah dibuka beberapa lahan baru untuk pertanian.

Sementara itu, Ketua Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air Kabupaten Garut Budiman, mengaku prihatin atas maraknya alih fungsi lahan. Dia menilai pergeseran lahan tanaman pangan produktif menjadi perumahan selama ini nyaris tak terkendali.

“Undang-Undang Tata Ruang belum efektif dalam mencegah dan mengendalikan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” katanya.

Di sisi lain, sanksi kepada mereka yang melanggar atau melakukan peralihan fungsi lahan tidak menimbulkan efek jera. Dia menyarankan agar kebijakan tata ruang yang diberlakukan bagi setiap region perlu di tata ulang. “Karena untuk beberapa kabupaten/kota masih terkesan adanya tarik-menarik,” ucapnya.

Dia sependapat bila gencar melakukan sosialisasi tentang pemanfaatan tata ruang wilayah secara terus-menerus, dapat menjadi solusi atas permasalahan ini. Tujuannya tidak lain  agar masyarakat tahu dan mengerti serta paham tentang akibat buruk yang mungkin timbul, ketika pemanfaatan ruang tidak dilakukan secara konsisten.***Bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *