SENI HIBURAN

Jelang Hari Film Nasional 2015: Bukan Meniru Ulah Sumbang Sang Bintang

Menunggu hujan deras berkabut tebal di lokasi syuting FTV “Susuk Barbie” di Curug Orok, Cikajang, Garut. Dari kiri: Neneng Kusmiatin, Yatie Octavia, Hj Ida Widari, Yoyo Dasriyo dan Kemal Mustopa.  (Foto: Farhan)
Menunggu hujan deras berkabut tebal di lokasi syuting FTV “Susuk Barbie” di Curug Orok, Cikajang, Garut. Dari kiri: Neneng Kusmiatin, Yatie Octavia, Hj Ida Widari, Yoyo Dasriyo dan Kemal Mustopa. (Foto: Farhan)

Jelang Hari Film Nasional 2015: Bagian (9)

Oleh Yoyo Dasriyo

PERLAHAN perahu saya tinggalkan. Emosi saya membara. “Kalau iya kenapa? Sudah saya bilang sama sutradara, saya belum biasa main di laut…! Saya nggak mau jadi nelayan, tapi sutradara yang minta..” Kru film terdiam, lalu menjauh. Saya kembali mendekati perahu sambil memadamkan emosi. Menunggu aba-aba lanjutan syuting. Adegan lainnya digelar dalam kepekatan malam. Debat kusir di pos ronda, dengan Dicky Chandra dan beberapa penduduk pesisir.

Mantan Wakil Bupati Garut itu beraksi meniup suling. Alunan nada melankolik, memudar tersapu angin laut, dan gemuruh ombak .Saya harus mengendalikan nyala kayu bakar di perapian. Banyak dialog spontanitas, yang terkadang menderaikan tawa. Angin pantai yang liar,menerobos cahaya lampu kamera. Ruang cahaya hanya di beberapa sudut.. Malam merangkak lamban. Lapar mulai menggigit. Manakala lampu kamera padam, cepat mencuri kesempatan melahap makanan.

Kru film sibuk menyalakan lampu. Seketika terang memecah kegelapan, Makan pun terhenti, dengan mulut bersisa makanan. Saat syuting dilanjut, rinai gerimis berjatuhan. Lagi-lagi syuting ditunda. Lampu kembali mati. Alam sekitar hitam pekat. Semua mendadak bubar berhamburan, menuturi remang cahaya. Hujan runtuh bersama sambaran petir dan gemuruh ombak Rancabuaya. Kenangan kecil itu mengesankan, namun harus ditebus dengan ketegangan.

Sebenarnya saya tak pernah berniat menolak peranan, namun untuk FTV “Susuk Barbie” terpaksa berujung pengunduran diri. Ini terjadi setelah sutradara Rudy Aryanto, memilih saya memerani tokoh bergaya Arswendo Atmowiloto, yang datang ke rumah dukun (Yatie Surachman). Sutradara bermaksud mencandai Arswendo penulis skenarionya, melalu penampilan saya. yang dianggap pas. Sayang, syuting mendadak berpindah dari Garut ke Pangalengan, Bandung.

Panggilan syuting hanya kontak via sms tengah malam. Saya diminta datang ke Pangalengan. Tidak ada fasilitas kendaraan, seperti dalam film “Safana”. Saya tak bisa menerima perlakuan itu. Saya balas sms-nya, menyerahkan peran itu untuk digantikan! Tak perduli, meski peran itu membarengi Yatie Octavia, yang memagut perhatian waktu tampil di film “Cintaku di Kampus Biru”. Hari itu saya memilih hadir di seminar film “King” di kampus Universitas Pasundan, Bandung.

Ada peluang yang menjanjikan pertemuan saya dengan Nia Zulkarnaen. Artis film yang pernah kenal dekat waku kecil, semasa hidup (alm) Dicky Zulkarnaen.Saya memang bukan aktor! Tetapi selalu beusaha selektif main film dan sinetron. Hanya suatu malam pernah terjebak, menerima telepon dari Andri, rekan dekat Dicky Chandra di Garut. Tanpa kejelasan, saya diminta syuting di Taman Air “Sabda Alam” Cipanas Garut. ““Pak Wabup bilang, ditunggu syuting pagi besok ..” katanya. Rupanya, syuting sinetron “Si Mamat Anak Pasar Jangkrik” tayangan TPI. Kalau bukan karena pesan “Pak Wabup”, saya akan menolak lagi untuk berperan. Perannya hanya petugas permainan, yang harus mengejar anak nakal.

Dialog pun di luar skenario. Syuting hanya setengah hari. Selebihnya terbengong di lokasi. Kebetulan hari itu ada acara menghadiri resepsi pernikahan sobat lama di Ciipicung, Banyuresmi. Sampai lepas adzan Ashar, masih juga belum ada kejelasan lanjutan syuting. Saya segera berganti kostum. Rekan Chepy Lengkung sempat menahan saya, karena adegan belum selesai. Saya tidak yakin, adegan itu bakal berlanjut, karena hanya adegan sisipan.

Rekan Asep Suparman dari PARFI Garut datang menjemput. Saya nekad berlalu dari lokasi syuting. Pikir saya, kalau benar saya masih dibutuhkan, sutradara dari generasi muda itu terpaksa harus menunggu. Bukan maksud meniru ulah bintang yang tidak disiplin, tetapi itu keputusan dari ketidakpastian! Padahal, peran kecil sebagai figuran itu, sebenarnya lebih berarti bagi para pemula. Saya tidak yakin, kalau peran itu amanat dari Diky Chandra. Jangan-jangan Andri hanya bercanda menjebak saya…

Benar juga, sutradara, kru serta unit sinetron mengomel. Syuting terhenti. Semua berbalik menunggu saya pulang dari kondangan…. Mana saya tahu syuting bakal berlanjut. Bentuk skenario pun tak pernah tahu! Baru saja tiba di rumah, saya dijemput Andri untuk melanjutkan syuting. Membarengi Cheppy Lengkung yang sejak siang masih setia di lokasi syuting. :Aaaah…, gara-gara Kang Yoyo, saya jadi ‘nggak bisa kemana-mana. Seharian bengong nunggu syuting…” Cheppy Lengkung mengomel, sambil tertawa. Ya sorry.., sorry, ‘Kung…! Saya menyalami rekan Cheppy Lengkung. Adegan selesai, cuma butuh tambahan dua shoot kecil saja..***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *