SENI HIBURAN

Jelang Pelantikan Ketua Parfi Garut: Sebutan “Asgar” Untuk Nama Arman Effendy

Aktor film kebanggaan Garut, (alm) H Arman Effendy, bersama (alm) Marlia Hardl, Camelia Malik, Mutiara Sani dan Cok Syimbara dalam film “Di Bawah Lindungan Kabah” (1978), karya (alm) Drs H Asrul Sani.  (Dokumentasi: Yodaz)
Aktor film kebanggaan Garut, (alm) H Arman Effendy, bersama (alm) Marlia Hardl, Camelia Malik, Mutiara Sani dan Cok Syimbara dalam film “Di Bawah Lindungan Kabah” (1978), karya (alm) Drs H Asrul Sani.
(Dokumentasi: Yodaz)

Jelang Pelantikan Ketua Parfi Garut: Bagian (2)

Oleh: Yoyo Dasriyo

KENANGAN ke kampung halaman, terbingkai pula di balik nama lengkap Rieke Diah Pitaloka. Bintang sinetron yang kini berperan jadi wakil rakyat di DPR-RI itu, bernama Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari. Tentu saja, Intan dalam nama lengkapnya bermakna “Asgar”. Orangtua sang artis memilih “Intan”, petikan dari gelar Garut sebagai “Kota Intan”, lambang Kota Terbersih dan Terindah pertama di Indonesia (1962).

“Memang karier saya berproses di Garut! Saya pertamakali main sinetron pun di Garut, dalam lakon ‘Impian Pengantin’. ‘Ngak tahu kenapa, saya langsung dipilih jadi pemeran utama sebagai hantu ” kenang Rieke Diah Pitaloka sambil tertawa, saat dijumpai di Hotel “Augusta” Garut. Bahkan, dunia musik dangdut pernah melahirkan nama Anno Garut (1975). Meski tidak sesukses artis lainnya, namun keputusan Anno membawa nama daerahnya layak dihargai.

Benar, Asgar lebih populer dibanding nama kenangan lainnya untuk asal Garut. Namun, belum pernah lahir seorang pun artis asal Garut, yang mengabadikan Asgar ke dalam namanya. Selama ini, baru Asep Cahyana Asgar, yang menjabat pimpinan produksi PT Demi Gisela Citra Sinema milik H Deddy Mizwar. Orang seringkali terusik menyusuri, siapa sebenarnya pencetus, dan kapan sebutan “Asgar” mulai mengemuka? Asgar seolah mengembang begitu saja.

“Saya juga tidak tahu pasti! Tapi setahu saya, Asgar itu nama temuan yang pernah diusulkan Pak Chaidar Jafar untuk nama baru saya!” ungkap aktor (alm) H Arman Effendy semasa hidupnya. Aktor film itu mengaku, pertama mendengar sebutan Asgar dari Chaidar Jafar, sang aktor dan sutradara film, waktu bersama syuting film “Deru Campur Debu” (1972) di Sukabumi. Arman memang pernah berniat mengganti namanya jadi Arman Asgar, selepas film “Mereka Kembali”.

Namun saat itu Ketua Umum PB Parfi, (alm) Hj Sofia WD menilai nama Arman Asgar kurang komersial. “Bu Sofi bilang, nama itu tidak menguntungkan untuk karier film saya! Arman Asgar seperti nama orang Timur Tengah! Saya bisa jadi pemain spesialis…” kenang H Arman Effendy yang batal mengganti namanya.

Tahun 1972 itu Arman Effendy dianggap sebagai nama baru di dunia film, saat berperan utama dalam film “Mereka Kembali” karya (alm) Nawi Ismail. Padahal, tahun 1964 aktor ini pernah berperan pembantu utama pria mendampingi (alm) Wahab Abdi, (alm) Soekarno M Noor dan (alm) Rita Zahara, di film “Anak-Anak Revolusi” karya (alm) Usmar Ismail. Sutradara film legendaris ini yang memberi nama Arman Effendy, sekaligus mengganti nama asli Achmad Effendy.

Nama Arman pun dipetik dari nama tokoh, yang diperani (alm) Bambang Irawan di film “Delapan Pendjuru Angin” (1957) karya Usmar Ismail. “Saya memilih nama kenangan dari Pak Usmar Ismail itu! Tapi waktu itu, banyak media cetak terlanjur memuat rencana pergantian nama saya jadi Arman Asgar” cerita Arman kemudian. Aktor film ini menduga, kepopuleran Asgar lebih dimungkinkan dari peranan media cetak. Sukses Arman Effendy di kancah film, jadi kebanggaan warga Garut. Terlebih, karena kariernya dirintis di daerahnya sebagai penyanyi.

Jauh sebelum tampil sebagai figuran film “Panggilan Tanah Sutji” karya (alm) Drs H Asrul Sani (1961), warga Garut mengenal Arman Effendy waktu masih jadi biduan dan pimpinan Orkes “Dendang Kelana”. Berbeda dengan (alm) R Husen, jurukamera kampiun di masa kejayaan NV Perfini. Penata kamera film “Tamu Agung”, “Tjambuk Api” maupun “Harimau Tjampa” (1955), asal Cimasuk, Garut itu, menggeluti titian kariernya di balik layar di Jakarta.

Kesuburan potensi keartisan film nasional dari Garut, dibuktikan dengan deretan aktor yang pernah mendominasi perwajahan film negeri ini. “Memang saya lahir di Yogyakarta, tetapi saya dibesarkan di Cikole Wanaraja Garut! Orangtua dan saudara saya pun tinggal di Garut” begitu pernah diungkapkan aktor film watak (alm) Kusno Soedjarwadi, yang banyak dikenang penonton dengan aktingnya sebagai tokoh “Sapujagat” di film “Si Buta Dari Goa Hantu” (1971).

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *