SENI HIBURAN

Perfilman Nasional Dalam Peringatan Hari Jadi Garut

Aktor film kenamaan (alm) Ratno Timoer, saat memerani tokoh pendekar buta dalam film laga “Si Buta Dari Goa Hantu” garapan Liliek Sujio (1971). Beratar alam Curug Citiis, dan Cadas Gantung Tutugan Leles, Garut, film ini mendongkrak lagi magnetis alam Garut dalam perfilman nasional   ***  (Dokumentasi: YODAZ)
Aktor film kenamaan (alm) Ratno Timoer, saat memerani tokoh pendekar buta dalam film laga “Si Buta Dari Goa Hantu” garapan Liliek Sujio (1971). Beratar alam Curug Citiis, dan Cadas Gantung Tutugan Leles, Garut, film ini mendongkrak lagi magnetis alam Garut dalam perfilman nasional ***
(Dokumentasi: YODAZ)

Bagian: (2) Selesai

Oleh: Yoyo Dasriyo

RINTANGAN gejolak politik yang pernah membadai negeri ini, memadamkan pula kegiatan perfilman di Garut. Enam tahun kemudian, Garut kembali dilirik untuk lokasi syuting film. Lahir kemudian film “Si Buta Dari Goa Hantu” pertama karya Liliek Sujio, yang menggosok reputasi (alm) Ratno Timoer, sebagai film laga yang memuat kebaruan teknik kamera modern. Itu tergelar saat kebangkitan pertama film nasional, atas sukses fantastis film “Bernapas Dalam Lumpur” (1970),

Di balik pamer kemampuan teknik modern, film “Si Buta” terdukung dengan daya pesona keindahan alami Cadas Gantung, Tutugan Leles dan obyek wisata Curug Citiis. Kepopuleran komik karya Ganes Th, begitu berperan besar untuk sukses film “Si Buta” yang jadi identik dengan sosok Ralno Ratno Timoer.

Sukses pasar film “Dikejar Dosa” (1974) karya Lukman Hakim Nain, kian memicu sejumlah flm lainnya berdatangan ke Garut. Film yang menajamkan pamor (alm) Paula Roumokoy, drg Fadly dan (alm) Hendra Cipta itu, banyak dilatari alam Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja. Tak pernah lagi diingat orang, kalau titian karier bintang “panas” (alm) Suzanna pernah melintasi proses syuting di bumi Garut dengan film “Segenggam Tanah Perbatasan” (1965).

Dalam film itu pula akris geulis Widyawati menapaki perjalanan riwayat jelang sukses panjang kariernya hingga kini. Kesungguhan dan totalitas berperan di film yang dibuat di Garut, menuai sukses (alm) Paula Roumokoy bergelar Aktris Harapan IV dari film “Dikejar Dosa”. Dari sederet film terdahulunya, seperti “Dan Bunga-Bunga Berguguran’.”Si Bongkok, “Lisa”, maupun “Merintis Jalan Ke Surga”, penampilan Paula belum pernah masuk dalam perhitungan di forum festival.

Di balik sukses Paula Roumokoy, “Dikejar Dosa” jadi film yang membanggakan (alm) Hendra Cipta dan Drg Fadly. Tanah Garut lalu banyak dianggap berharga “keramat”. Terbukti, reputasi Hendra Cipta aktor yang tampil pertama sebagai pengganti (alm) Ratno Timoer dalam sebuah adegan film “Pangeran Diponegoro” (1971), secepat itu berkilat serampung film “Dikejar Dosa”. Film itu pun meniup kemasyhuran drg Fadly, selepas pertama dibintangkan (alm) Wim Umboh di film “Tokoh”, yang menghangat jelang FFI 1974 Surabaya.

Bahkan puncak sukses itu menuai pernikahan Paula Roumokoy dan Wim Umboh. Banyak orang menilai, semua itu terdukung dengan kawasan syuting filmnya di Desa Cinunuk, berdekatan dengan lokasi Makam Pangeran Papak yang selama ini dkeramatkan orang. Di Desa Cinunuk pula, (alm) A Harris menggarap film komedi “Bendi Keramat” (1988). Sejak akhir 1974 hingga putaran 1975, tiga sutradara kampiun memburu Garut.

Ditandai dengan kehadrian (alm) Drs Syumandjaya yang menggarap film “Atheis” (“Kafir”),, (alm) Hasmanan dengan film “Selalu Dihatiku”, dan (alm) Ami Priyono membuat film “Kenangan Desember” di Situ Cangkuang, Leles. Di Garut pula, Pusat Film Negara (PFN) memusatkan syuting film dokumenter “Kembali” (1976) karya H Soetanto, dan “Kartinah Montirku Sayang” (1978) karya Rachmat. Tahun 1978 itu lahir film “Mat Peci Pembunuh Berdarah Dingin” karya (alm) Willy Wilyanto, yang menjual kemasyhuran Doris Callebaut sang “Inem Pelayan Sexy”.

Film berlatar alam Garut lainnya tercatat, “Lima Sahabat” (1980) karya CM Nas, “Primitif” (1981) karya (alm) Sisworo Gautama, yang melesatkan Barry Prima sebagai bintang laga, bersambut dengan film “Halimun” karya (alm) Sofia WD (1982). Manakala industri perfilman kembali mati suri di era 1990-an, namun Garut menguat sebagai lokasi syuting sinetron. Bahkan medio 1989 legenda populer Situ Bagendit dikemas ke dalam sinetron “Tragedi Bagendit” arahan Agoes Widjoyono.

Di awal kebangkitan kedua perfilman nasional, film “Safana” (2010) mengejutkan dengan memotret alam pantai Rancabuaya, Garut Selatan. Lahir kemudian film “Kabayan Jadi Milyuner” (Guntur Soehardjanto), yang sebagian berlokasi syuting di Limbangan, Garut. Selepas itu, hingga kini puluhan sinetron dan film televisi (FTV) masih terpagut dengan wajah alam Garut. Kenyataan itu jadi penguat fakta kesejarahan perfilman nasional di bumi Garut, yang layak mengemuka dalam peringatan Hari Jadi Garut, ***

(Selesai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *