SENI HIBURAN

Gebyar Layar “Lady Rockers” Hari Kemarin

Rossa dan Yoyo Dasriyo di Garut (1987), semasa penyanyi asal Sumedang itu berpredikat “lady rocker” cilik. (Dokumentasi Yodaz)
Rossa dan Yoyo Dasriyo di Garut (1987), semasa penyanyi asal Sumedang itu berpredikat “lady rocker” cilik. (Dokumentasi Yodaz)

Bagian: (1)

Oleh Yoyo Dasriyo:

PANGGUNG musik rock negeri ini pernah bergolak. Di tengah panasnya bara aksi group band, yang terpanggang ambisi merebut pengakuan pemusik keras papan atas, riwayat pun menggelar paradigma baru. Duapuluh enam tahun lalu, sejarah bersaksi saat hentakan musik hingar-bingar itu mengusik pergeliatan penyanyi berparas ayu, untuk berlaga memenangkan kelayakannya berpredikat “lady rocker”!

Tampilan nyentrik yang diidentikkan dengan sosok rocker, dan teriak serak memekak kuping dalam aksi atraktif, tak lagi perduli keindahan postur berparas rupawan. Banjir “lady rocker” pendatang pun menerjang pentas musik keras. Tak sedikit pelantun tembang mendayu-dayu, memutar baling-baling kariernya untuk berjaya di kancah musik hingar-bingar. Di Sumedang (Jawa Barat) pun, Rossa Roslaina bukan penembang lagu kesyahduan yang merawankan sukma.

Dari panggung ke panggung hiburan, aksi penyanyi berperawakan mungil asal Sumedang itu, tampil lantang dan terkadang berjingkrak-jingkrak. Rossa unjuk kebolehannya menuturi gebrakan musik pekak. Bahkan (alm) Denny Sabri yang memandu awal kariernya, mempopulerkan nama Rossa jadi “Litle Rossa”! Saat itu, Oca yang selalu berlagu “Hongky Tonk Woman”, diposisikan sebagai “Lady Rocker Cilik”.

Memang tahun 1987 Rossa masih seorang penyanyi “anak bawang”, yang dipromosikan untuk memenangkan pentas musik rock bersama (alm) Nike Astrina (Nike Ardilla), Cut Irna, Lady Avisha dan Evy Sopha. Di belakang mereka tercatat sederet belia lainnya, yang disiapkan Denny Sabri, untuk merebut posisi lady rockers bergengsi. Ada Shanty Rein dari Kudus, Apriliani (Magelang) berikut Sophia Laurent (Bandung). Semua berperingkat calon bintang musik garang.

Denny Sabri yang diyakini Reynold Panggabean sebagai “papa musik rock Indonesia”, berobsesi mengorbtikan artis tempaannya untuk mampu menjejaki sukses Nicky Astria, Atiek CB, Itta Purnamasari, Anggun C Sasmi, Yossy Lucky dan Mell Shandy. Pada dekade 1980-an, booming predikat lady rocker merebut pasar musik selera muda. Sejumlah nama penyanyi wanita pendatang baru kian menjamur. Mereka bangga menyandang sebutan lady rockers.

Musik rock dinilai membuka peluang totalitas dalam berekspresi di pentas, termasuk pamer atribut penampilan nyentriknya. Kecuali itu, lagu rock dianggap mampu meluapkan kebebasan gejolak jiwa, terkadang diwarnai teriakan lepas. Lain dengan pop memelas, berlatar musik mendayu-dayu dan kerapihan busana. Saat itu, rock jadi trend baru, mematahkan dominasi pasar penyanyi pop.

Musim pemujaan untuk penyanyi seperti Iis Sugianto, Christine Panjaitan, Nur ’Afni Oktavia, Heidy Diana, Ratih Purwasih, Endang S Taurina serta Betharia Sonatha pun berlalu. Angin segar meniup reputasi cemerlang lady rocker Nicky Astria, dengan kejutan sukses album “Jarum Neraka” (1985). Itu momentum kekuatan lady rockers sejak ditandai kehadiran Sylvia Saartje penyanyi blasteran Maluku – Belanda, sang pelopor lady rocker negeri ini, dekade 1970-an,

Keberanian aksi pentas Sylvia yang terkesan atraktif, jadi identitas langka di pentas musik rock. Banyak album Sylvia Saartje dipasarkan, selepas “Biarawati”, namun citra penyanyi sensual itu lebih berdaya jual di pentas musik keras. Reputasinya mencuat membarengi (alm) Mickey, vokalis Band Bentoel, yang fenomenal dengan aksi gaya Alice Cooper. Di saat Sylvia Saartje berjaya, gaung rock Bandung membahana. Publik rock menyambut Euis Darliah, yang energik di atas pentas ***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *