SENI HIBURAN

Lagu Lambang Bintang Kelahiran : Sukses Pasar Yang Berbatas

Penyanyi pop idola dekade 1970-an, Arie Koesmiran, yang pernah mengulang sukses lagu “Virgo”. Sebelumnya, lagu itu dikenal melalui Ade Manahutu. (Istimewa)
Penyanyi pop idola dekade 1970-an, Arie Koesmiran, yang pernah mengulang sukses lagu “Virgo”. Sebelumnya, lagu itu dikenal melalui Ade Manahutu.
(Istimewa)

Lagu Lambang Bintang Kelahiran: Bagian (2)

Oleh Yoyo Dasriyo

Di tengah ketenaran Tetty Kadi, kembali Zaenal Combo menunjukkan identitasnya sebagai band pengiring “pencetak bintang”. Zaenal Arifien sang komandan band yang menjejeri “hits maker” pop Indonesia itu, sukses membidani kelahiran Aida Mustafa berlagu “Libra Bintangku” (1967). Lagu ini mencuat bersama dua karya Zaenal Arifien lainnya, “Bukan Salahku” dan “Akhir Cintaku”. Ketiga lagu itu yang melapis kepopuleran lagu melankolis “Yang Ditinggalkan” karya Surni Warkiman/ M Nizar, sebagai magnetis kehadiran Aida Mustafa – pendatang berparas ayu

Sertamerta konsumen musik pop menyambut hangat penyanyi berbintang Libra (23 September 1951) itu. Di balik itu pula , sukses lagu “Libra Bintangku” seolah jadi “trade mark” Zaenal Arifien, dalam lagu-lagu perbintangan. Terbukti, selepas “Libra Bintangku”, muncul lagu “Bintang Aries” nyanyian Tetty Kadi) dan “Scorpio Bintangku” tembang Anna Mathovani. Kreasi penciptaan lagu perbintangan itu tidak beranjak dari karya Zaenal Arifien. Bisa dipahami, jika formula syair tentang bintang kelahiran, terkurung ke dalam lingkaran kejenuhan.

Lukisan angan memetik bintang di langit, dijadikan Zaenal sebagai formula baku dalam lagu perbintangan. Lagu “Aries Bintangku” (Tetty Kadi) mengurai bangunan syair lagu seperti terdahulu. Tak ada keragaman. “Kupandang jauh tinggi bintang di langit/ Remang-remang cah’yamu gemerlapan/ Nampaknya seolah dia menghimbauku/ Kiranya dia bintangku bintang Aries” Bahkan terkesan, lagu “Aries Bintangku” dipaksakan menuturi musim, untuk Tetty Kadi yang tengah dimanjakan kepopuleran lagu “Salam Rindu” dan “Sepasang Rusa” karya (alm) A Riyanto.

Barangkali karena bintang berada jauh dari jangkauan, sejumlah lagu bertema perbintangan pun tersekap ke dalam kubangan syair klise. Bangunan syairnya selalu berangan terbang menggapai bintang. Lagu “Scorpio Bintangku” memuat pembenaran kedangkalan syair lagunya. Lagu itu terpasung syair formula baku, yang membosankan. “Kulukis indah bentukmu/ Berwarna merah muda/ Hanya kau bintang yang terindah/ Scorpio bintangku/ Kalau saja ku memiliki sayap/ Pasti aku datang padamu setiap malam”.

Harga yang pantas, “Scorpio Bintangku” karam terbenam ketajaman sukses Anna Mathovani berlagu “Antara Pria Dan Wanita” (Yessy Wenas). Sungguhpun begitu, Zaenal Arifien layak bergelar pelopor penciptaan lagu dunia astrologi, yang dulu tak pernah ada. Direntang waktu panjang, Is Haryanto tampil melukis pemujaan untuk bintang “Virgo”, yang mampu memanjangkan kemasyhuran Ade Manahutu selepas “Nona Ana”. Lagu itu pun membangkitkan pamor Arie Koesmiran, setelah sempat tenggelam dari ketenarannya.

Namun sukses lagu “Virgo”, tak mengusik kehadiran lagu perbintangan lainnya. Di  era kejayaan Obbie Mesakh tahun 1980-an, baru muncul Heidy Diana berlagu “Bintangku Bintangmu”. Kedua lagu bertema bintang kelahiran itu, tampil tanpa “formula baku”. Lagu “Virgo” dan “Bintangku Bintangmu”, hadir dengan kebaruan liriknya. Bukan lagi melukiskan angan dan pemujaan. Tak lagi sebatas mendamba bisa menggapai bintang di langit. Konsep lama yang berpotensi menjenuhkan.
Syair lagu “Virgo”, tampil dengan memuat karakter lambang bintangnya. Berbeda dengan “Bintangku Bintangmu” yang hanya menjual guyonan. Tetapi lagu bersyair perbintangan, memang membutuhkan keragaman. Selepas sukses lagu “Libra Bintangku” (Aida Mustafa), lagu tentang bintang kelahiran belum tuntas. Masih tersisa banyak bintang kelahiran lain, yang belum dikemas ke dalam lagu. Namun, sepeninggal Zaenal Arifien (2002), dan selepas kemasyhuran Ade Manahutu berlagu “Virgo”, hingga kini lagu pemujaan lambang bintang kelahiran tinggal cerita.

Tiada lagi kreasi pencipta lagu pop, untuk kembali menambang syair dari dunia perbintangan. Itu dimungkinkan karena sukses lagu bintang kelahiran tidak pernah menembus batas. Ruang daya jual dan kepopulerannya amat terbatas. Pasar lagu bintang cenderung hanya mengusik minat kalangan tertentu, yang berkepentingan dengan pemujaan untuk lambang kelahrannya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *