SENI HIBURAN

Kisah Kecil Tentang Rhoma Irama : Malang-Melintang Berladang Musik Pop

Rhoma Irama saat masih bernama Oma Irama, berduet dengan Lily Junaedhy iringan Band “Zaenal Combo” pimpinan (alm) Zaenal Arifien.  (Dokumentasi)
Rhoma Irama saat masih bernama Oma Irama, berduet dengan Lily Junaedhy iringan Band “Zaenal Combo” pimpinan (alm) Zaenal Arifien.
(Dokumentasi)

Kisah Kecil Tentang Rhoma Irama: Bagian (1)

Oleh Yoyo Dasriyo

SIAPA sangka, sukses fenomenal Rhoma Irama di kancah musik dangdut, berangkat dari ketidaktertarikan pada irama dendang itu. “Tahun 1967 saya pertamakali mendapat kesempatan rekaman dari perusahaan ‘Dimita’.Tapi peluang itu tidak langsung saya terima, karena harus rekaman lagu dangdut dengan Orkes Chandraleka. Dulu, saya memang segan sekali ngebawain lagu dangdut”” kenang Oma Irama sambil tertawa di awal perjumpaan saya di Garut 3 September 1975. Waktu itu, saya masih bergelut di balik kibar Majalah musik legendaris “AKTUIL” Bandung.

Benny Mucharam, kakak kandung Oma, terus membujuknya agar menerima peluang rekaman itu Tentu, karena kesempatan rekaman bagi penyanyi baru, tidak semudah seperti sekarang. Peluang rekaman masih dianggap mahal. Oma pun mulai rekaman dangdut. Lagu ciptaan pertamanya, ‘Ingkar Janji”, turut direkam dan menyemangati karier baru Oma di ladang dangdut. Sejumlah album dangdut lainnya bermunculan dengan orkes pengiring berbeda, hingga Oma mencuatkan lagu duet “Ke Bina Ria”..

Kondisi yang tercipta sebelum putaran tahun 1975, denyut nadi musik dangdut belum mengencang. Gengsi musik dendang ini masih rendah. Bukan saja karena dianggap berperingkat kelas dua, namun juga dituding sebagai musik pinggiran. Tetapi kekuatan pasar dangdut yang semula populer dengan sebutan melayu, dan musik pengiringnya masih ditulis OM (Orkes Melayu) itu, merebut selera masyarakat sejak era 1960-an di masa kejayaan Ellya Agus. Nama yang kemudian dikenal sebagai Ellya M Haris hingga bernama Ellya Khadam.

Sederet nama popular lainnya tercatat, Juhana Satar, Mashabi, Munif, Elvy Sukaesih, Babay Suhaemi serta Latief Khan. Legenda kemasyhuran lagu-lagunya, “Ratapan Anak Tiri”,“Keluhan Anak Yatim”, “Harapan Hampa”, “Kecewa”, “Boneka India”, “Termenung”, “Sekedar Bertanya”, serta “Renungkanlah”, masih memanjang hingga kekinian. Saat itu reputasi Oma Irama belum menguat di kancah percaturan penyanyi melayu, yang memanjakan pamor Mansyur S dan Muchsin Alatas. Popularitas Oma tergosok dengan kepopuleran lagu “Ke Bina Ria”, duetnya bersama Titing Yeni iringan OM “Purnama” pimpinan Awab Abdullah.

Tokoh dangdut itu sejajar dengan Zakaria pimpinan OM “Pancaran Muda”, yang deras mengiringi penyanyi dangdut, dan kreatif mencipta lagu. Saya kenal lagu Oma lainnya, “Terajana”, “Kegagalan Cinta” dan “Rindu” karya Achmad Fad’aq. Namun tahun 1969 kemasyhuran duet harmonis Muchsin & Titiek Sandhora berlagu “Ke Bina Ria” versi pop dangdut Band “Empat Nada” pimpinan Yadin/A Riyanto, menyapu kepopuleran duet Oma Irama & Titing Yeni. Publik lebih mengenal “Ke Bina Ria” dari duet Muchsin dan Titiek Sandhora.

Pasar dangdut yang tak pernah surut, menggoda pula bisnis rekaman penyanyi pop. Biduan kenamaan (alm) Alfian yang dikenal dengan lagu “Senja di Kaimana”, “Semalam d Cianjur” maupun “Sebiduk di Sungai Musi”, meluncurkan album dangdut iringan OM “Bukit Siguntang” pimpinan A Khalik. Langkah ini menyusul sukses (alm) Lilies Suryani, dengan OM “Pancaran Muda”, yang meroketkan lagu “Gadis Sakura” dan “Tamasya Ke Tawangmangu”. Dalam aroma pop dangdut, band Electrika pimpinan Iwan Setawan, menghadirkan Tutty Subarjo berlagu “Alam Pagi”.

Dari kubu dangdut, (alm) Ellya Khadam, Elvy Sukaesih dan Babay Suhaemi, pernah dihadirkan dalam kemasan musik pop iringan Band Zaenal Combo pimpinan (alm) Zaenal Arifien. Kejutan sukses penyanyi dangdut di ladang pop, hanya membukukan kehadiran Muchsin Alatas berlagu “Merana” dan “Gadis Lesung Pipit”, iringan Band Arulan pimpinan Yarzuk Arifien. Itupun dikemas dalam album kompilasi “Aneka 12”. Sebaliknya, Munif mendendang “Bunga Nirwana” aroma pop dangdut. Sungguhpun pasar dangdut lebih komersial, tetapi martabatnya kalah terpandang dibanding pop.

Karakteristik lagu dan musik dangdut yang mendayu-dayu, menerbitkan anggapan selera kaum pinggiran. Dangdut bukan musik gedongan. Bisa dipahami, jika Oma Irama mengaku semula tidak tergiur berladang musik dendang. Karenanya meski pintu dapur rekaman mulai terbuka, tidak memadamkan ambisi Oma Irama untuk sukses sebagai penyanyi pop. Oma yang berangkat dari musik pop, masih gigih memburu karienya Di saat album rekaman duet memusim pun, Oma tampil dalam album pop bersama Inneke Kusumawaty dan Lily Junaedi, iringan Band “Zaenal Combo”.***

( Bersambung )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *