SENI HIBURAN

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla : Kedukaan Yang Penuh Tanya

Bergambar di depan rumah peninggalan (alm) Nike Ardilla di Imbanagara, Ciamis. Dari kini: Wawan Hermawan, Yoyo Dasriyo, Mentari Intan Nurachmi, Rosma Ridwan dan Davif  Fridaya. (Foto:Ridwan Martha)
Bergambar di depan rumah peninggalan (alm) Nike Ardilla di Imbanagara, Ciamis. Dari kini: Wawan Hermawan, Yoyo Dasriyo, Mentari Intan Nurachmi, Rosma Ridwan dan Davif Fridaya. (Foto:Ridwan Martha)

Peringatan Kelahiran Nike Ardilla Bagian ke 19

Oleh: Yoyo Dasriyo

Dalam sinetron garapan Amrin Riosa itu, saya masih berperan sebagai “Mang Suwita” mendampingi Hana Marlina, (alm) HIM Damsyik serta (alm) Harun Syarief. Itu karena sutradara sebelumnya (H Maman Firmansyah), memaksa saya tampil sebagai pemeran pembantu rumah. Aktor yang semula disiapkan, (alm) Mang Udel dan Sutopo HS tidak bisa tampil. Dua rekan saya pun, (alm) Bambang Hermawan dan (alm) Armosad, tidak siap untuk berperan. Saya baru memaknai kegelisahan menggeser Nike Ardilla dari pemeran “Intan”, sebagai firasat jelang sang bintang berpulang ke alam keabadian.

Andai Nike masih diperankan, tentu proses produksi sinetron “Impian Pengantin 2” senasib dengan sinetron “Warisan”. Penggarap sinetron ini sempat digalaukan, mencari pemeran mirip Nike, waktu tragedi maut “menjemput” bintang itu, sebelum menuntaskan perannya. Sinetron “Impian Pengantin 2” selamat! Betapapun, saya harus bersyukur. Di saat proses syuting masih berpacu dengan jadwal tayang, kejutan kabar duka tentang Nike Ardilla saya terima Minggu pagi (19 Maret 1995). Hari kedukaan itu pula, jadi momentum terjalinnya kembali komunikasi harmonis dengan (alm) Denny Sabri, setelah terputus tanpa sebab.

Waktu itu masih bersuasana Lebaran. Rupanya, Denny Sabri berdua Koesna Sudradjat, rekan wartawan SKM “Pos Film” dari Bandung, datang ke rumah di saat saya menjumpai keluarga di Wanaraja, Garut. Saya temukan secarik kertas di atas mesin tik.”Brother”, di ruangan kerja. Kertas menderetkan huruf mesin tik itu, memuat pesan yang ditinggalkan Koesna. “Yoyo yang baik, Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Dari sobat lamamu, Pak Koesna Sudrajat” tulisnya mengawali pesan. Saya tak banyak perhatian. Datar-datar saja. Biasanya, rekan wartawan ini, hanya bercanda dan basa-basi.

Pada kalimat lanjutannya tertulis: “Ada berita getir, dan kita patut berduka cita yang teramat dalam. Waktu tadi ke Garut dengan Kang Denny Sabri, saya dengar berita meninggalnya seseorang yang sangat kita sayangi. Kita benar-benar kehilangan. Saya ingin lapor langsung sama anda nanti jika sudah datang. Saya tergetar, dan saya dalam sedih. Insya Allah jam 14.00 saya akan datang lagi. Pokoknya, Yoyo tunggu saja” Namun baru saja selesai baca pesan itu, Denny Sabri dan Koesna Sudradjat muncul. Lebih cepat dari rencana semula. Sesaat saya tertegun. Mata Denny Sabri sembab. Tiada lagi canda,

Denny termangu. Pandangannya menerawang. Saya segera menyalaminya, dan bermohon maaf. “Damang, Kang Denny…?” Lelaki bertubuh subur itu, tersenyum dingin. Tangis yang tersisa di matanya tampak masih berkilat. Saya bertanya–tanya. Perjumpaan terasa kaku. Koesna memecahkan kekakuan suasana. “Kang Yo sudah tahu ‘ya…!” Saya terdiam. “Soal apa…?” balas saya. Koesna menertawai keheranan saya. “Aduh., kenapa sih masih tenang-tenang saja? ‘Nggak ada kekagetan. Ekpresinya datar-datar saja. Saya ini lagi sedih, jadi ingin ketawa. Bener, belum tahu..?” Koesna balik bertanya. Saya manggut dan terdiam.

Sebentar pandangan Koesna mengitari deretan foto artis kondang, yang terpajang di dinding ruangan kerja saya. “Kang Yo, kita berduka…! Seorang di antara foto artis di ruangan ini, mendapat musibah lalu lintas, hingga tewas…” ucapnya sambil menunjuk ke deretan foto itu. “Innalilahi wainna ilaihi roji’un. Siapa, Koes…?” Saya terpaku. Sama seperti Denny Sabri, Koesna pun “tampil beda”. Gaya tutur sarat canda, dengan derai tawa akrabnya, pagi itu sirna. Koesna sangat serius. “Siapa, Koes..? Artisnya terkenal…? Artis film, atau penyanyi?” Saya mendesaknya.

“Ah coba tebak saja sendiri…! Orangnya sangat dekat sama anda. Cantik dan populer. Sangat populer! Pokoknya, anda akan terkejut!” tandas Koesna.. Denny Sabri masih terdiam. “Iya siapa artisnya..,? Nike …, atau siapa sih?” Saya ragu dan menebak-nebak, sambil memandangi pajangan foto-foto itu. Denny Sabri dan Koesna terdiam. Saya tak sepenuhnya percaya dengan kabar duka, dan teka-teki itu. Mereka terbiasa menghambur canda. “Ini mah serius..! Sing sumpah…” Koesna meyakinkan saya. Ternyata Denny Sabri dan Koesna, mengaku belum bisa memastikan korban tewas dalam tragedi maut itu.

Sebelum ke Garut, mereka sempat ke rumah Nike, tetapi begitu banyak orang memenuhi rumah artis itu. Kabar duka pun masih simpang siur. “’Belum jelas, siapa yang tewas! Soalnya, ada dua orang dalam musibah itu” ucap Denny Sabri. “ Kalau benar Nike, belum tahu juga dimakamkan di mana..” katanya kemudian. “Apa mungkin di Ciamis..?” tanya saya.
Mereka tersentak. “Oh iya.., bisa jadi juga, ‘Kang Yo!” balas Denny sambil menjatuhkan wajahnya. Mereka bergegas pulang, dan menjanjikan akan mengabari perkembangan kabar duka itu. Di hati terdalam, masih juga saya berharap, semoga korban tewas itu bukan Nike.. (Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *