INFO RAMADHAN

Ini Kisah Janda Difabel Cerdaskan Warga Garut Lewat Belajar Ngaji

Ma Otoh janda penyandang Difabel yang gigih mengajarkan mengaji, foto JSN

Gapura Garut – Keterbatasan fisik  sejak lahir, serta akses informasi yang minim, tak membuat mak Otoh (60) atau biasa disapa abu Otoh di kampung Damping Sari atau Panagan RT/RW 02/03 Desa Mekarjaya, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat mengendurkan semangatnya mendidik anak-anak kampung melalui pengajian al-quran.

Meskipun kedua matanya tidak bisa melihat, namun abu Otoh dengan fasih tanpa bantuan al-quran braile mampu mengajarkan ilmu tajwid dan tadarus al-quran bagi 70 santri warga kampung yang mayoritas berusia 7-15 tahun itu.

“Saya mulai ngajar sekitar 1980-an, soal tahun pastinya saya lupa lagi,” ujar Mak Otoh saat ditemui di rumahnya, Rabu, (13/06/2017).

Dirumah bilik semi permanen warna putih yang ditempatinya selama ini, abu Otoh hanya ditemani televisi tabung butut yang telah diberi lakban dalam mengarungi kesendiriannya. “Alhamdulillah terhibur juga dengan keceriaan anak-anak saat mengaji,” kata dia.

Sementara soal mendidik ngaji, jangan ditanya lagi, tangan kanan abu Otoh yang selama ini dipakai meraba al-quran, dengan telaten mampu mengajari setiap santrinya mengaji dengan lancar. “Kalau ngaji pas bulan puasa (Ramadan) seperti ini biasanya hanya tiga kali,” papar nenek tua itu.

Abu Otoh mengakui, pengetahuan mengaji yang dimilikinya saat ini diperolehnya secara otodidak, tidak ada al-quran braile yang diperuntukan bagi difabel, namun jangan salah, cukup meraba al-quran yang biasa dipergunakan masyarakat umum, ia mampu mengajari santrinya dengan baik. “Mungkin sering juga mendengar orang mengaji puluhan tahun silam, jadi terbiasa,” kata dia.

Sejak diitinggalkan suaminya yang telah meninggal dunia, praktis aktifitas abu Otoh lebih banyak melayani pengajian anak-anak, dimulai pada waktu bada subuh, kemudian dilanjutkan pada jam 14.00 siang, hingga terakhir ngaji sekitar pukul 16.00 sore atau saat menjelang datang buka puasa tiba.

“Kalau bulan biasa jadwalnya empat kali ngaji, namun yang bada magrib saat puasa libur dulu, kasian anak-anak,” ungkapnya.

Ditengah kesendirian saat ini, sebab kedua anaknya yang telah berkeluarga lebih banyak merantau di Aceh dan Surabaya, abu Otoh mampu menghidupi dirinya dari bantuan sukarela tiap warga. “Ya begitu lah, ada yang ngasi beras, umbi-umbian, jagung, ikan dan lainnya,” ujarnya.

Sementara persoalan makan, mencuci pakaian dan kebutuhan pribadi lainnya, lebih banyak dilakukan santrinya secara sukarela. “Kadang saya juga menyuci sendiri, namun sekarang banyak santri yang mau bantu,” ujar dia.

Masuknya bantuan modal usaha bagi warung yang dibuka di halaman rumahnya cukup memberikan tambahan pemasukan, namun usaha baru hasil donasi dari Star Energy perusahaan listrik swasta nasional itu, lebih banyak dijalankan bersama santri yang tidak sekolah. “Semuanya mereka yang belanja giliran, saya hanya di rumah saja,” kata dia.

Menurutnya, pengorbanan yang ia berikan dalam kemajuan pendidikan agama islam melalui pengajian al-quran itu, merupakan bakti pengabdian dia bagi masyarakat. “Saya tidak bisa apa-apa namun banyak warga yang menitipkan anaknya di sini,” ujar dia merendah.

Saat ditanya apakah pernah mengajukan bantuan kepada pemerintah, abu Otoh hanya tersenyum, selain tidak mengetahui alur birokrasi, ia lebih senang menggunakan fasilitas rumah yang ditempatinya saat ini. “Sayang rumah saya kalau tidak dipakai mengaji anak-anak, bakal sepi,” kata dia sambil tersenyum.

Sukarelawan Creative Institut Heri Muhammad Tohari yang ikut membantu rekomendasi pendanaan modal usaha UMKM bagi abu Otoh, menilai pengorbanan yang dilakukan janda sepuh tersebut perlu dihargai pemerintah, terlebih selama ini ia hanya menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang lain.

“Padahal sudah berapa ratus santri mungkin ribuan yang pernah belajar kepada beliau,” kata dia.

Menggandeng Star Energy yang menggantikan kiprah Chevron Geothermal Indonesia di wilayahnya berdomisili, akhirnya rumah abu Otoh yang selama ini mendapatkan aliran listrik tetangga, kini bisa merasakan terang benderang dalam mendidik santri asuhnya.

“Makanya saat pertama kali diajukan melalui program desa caang (desa terang), Star Energy langsung meresponnya dengan pemasangan KWH gratis,” kata dia.

Selain itu, untuk menopang hidup sehari-hari, suntikan modal UMKM pada warung sederhana yang diberikan perusahaan listrik dalam negeri itu dalam enam bulan terakhir tersebut, mulai memberikan dampak positif. “Sekarang malah abu Otoh kadang sering membantu warga, apabila berbelanja barang dagangannya kurang (pembayarannya) sedikit,” ujar calon doktor sosiolog Unpad ini.***JSN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *