RAGAM

Ini Kata Tokoh Mayarakat Badega, Seputar Perjuangan Merebut Hak Atas Tanah

Menteri ATR/ Kepala BPN saat menyerahkan sertifikat tanah untuk warga Badega, foto istimewa
Menteri ATR/ Kepala BPN saat menyerahkan sertifikat tanah untuk warga Badega, foto istimewa

Gapura Garut ,- Perjuangan panjang warga masyarakat Badega, Desa Cipangramatan, Kecamatan Cikajang Garut, dalam memperoleh hak atas tanah kini telah tercapai dengan diserahkannya sertofikat kepemilikan lahan oleh Meneteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, belum lama ini.

Berikut kisah panjang perjuang masyarakat Badega dalam meperjuangkan hak atas tanah tersebut.

Salah seorang Tokoh masyarakat Kampung Badega Suhdin (67), menceritakan awal sejarah konflik agraria di Badega. Berdasarkan peninjauan yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1973, lahan di Badega masuk ke dalam kategori tanah terlantar negara.

“Kemudian konflik terjadi sejak 1984, yaitu pada saat petani penggarap mengajukan permohonan untuk memperoleh hak kepemilikan atas tanah yang telah mereka garap turun-temurun selama puluhan tahun kepada Bupati Garut. Pada waktu yang hampir bersamaan, PT SAM (Surya Andaka Mustika) mengajukan permohonan HGU atas areal tanah yang sama,” ungkap Suhudin.

Kemudian sesepuh Kampung Badega ini memaparkan, permohonan itu ditolak. “Tanpa sepengetahuan petani, pada 1986 HGU perkebunan terlantar tiba-tiba dimiliki oleh PT SAM berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.SK.33/HGU/DA/86 yang ditandatangani Dirjen Agraria,” ujarnya.

Sejak itu, lanjut Suhudin, PT SAM meminta kepada para petani penggarap untuk segera menyerahkan tanah garapan mereka dan dijanjikan akan diterima menjadi buruh perkebunan PT SAM dengan upah Rp600 per hari. Keadaan di masyarakat memanas di tahun tersebut.

“Mulanya saya bersama lima orang lain di sini. Kami waktu itu diculik dan dipenjarakan oleh Polisi dengan alasan yang tidak jelas. Selanjutnya banyak tokoh perjuangan petani ditangkapi dan mengalami banyak kekerasan. Sementara warga yang tidak ditangkap, diteror aparat seperti ada kepungan tentara dan lain sebagainya,” paparnya.

Sementara itu, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin, berharap penyerahan lahan oleh pemerintah kepada masyarakat Badega bisa menjadi pemicu penyelesaian konflik agraria yang ada di daerah lain. Penyerahan lahan, kata Iwan, mesti dibarengi prinsip penyelesaian konflik dengan pemulihan hak-hak rakyat dan prinsip redistribusi tanah kepada masyarakat yang telah menggarap sebagai jalan kesejahteraan mereka.

“Penyelesaian konflik agraria berhasil karena Menteri Agraria tidak memperpanjang HGU,” imbuh Iwan.

Keberhasilan perjuangan masyarakat Badega, menurut Iwan tidak lebih dari adanya perbaikan politik dari pemerintah. “Ada good will dari pemerintah sekarang. Secara hukum sejak awal tanah ini harusnya sudah untuk masyarakat, tapi kemauan politik untuk meredistribusikan kepada masyarakat pada rezim pemerintah sebelumnya tidak ada,” jelasnya.***Bro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *