PROFIL

Keluasan Ilmunya Mengantarkan KH. Aceng Zakaria Menjadi Ketua Umum PP Persis

KH. Aceng Zakaria, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis 2015-2020, foto Heri
KH. Aceng Zakaria, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis 2015-2020, foto Heri

Gapura Seleberita ,- Banyak yang menarik dari keluasan Ilmu dan kemampuan yang dimiliki sosok tokoh ormas Islam Persatuan Islam (Persis) ini.  Dari deretan nama ulama yang berlatar belakang ormas Islam, barangkali tokoh kita yang satu ini menjadi salah satu ulama yang sangat peduli pada ilmu dari pada gelar akademiknya.

Adalah sosok KH Aceng Zakaria, Secara formal guru besar Persis ini,  hanya bersekolah sampai SD di kampung kelahirannya Sukarasa Wanaraja Garut. Terlahir pada tahun 1948 dilingkungan pesantren, bahkan kakek dan ayahnya adalah seorang Kiayi terkenal di kampungnya. Sejak kecil KH. Aceng Zakaria sudah terbiasa belajar berbagi kitab kuning kepada ayahnya, dan selagi masih SD sudah mampu menyelesaikan enam kitab kuning.

Ketertarikanya pada kitab kuning ternyata berdampak besar hingga beliau lebih memilih untuk tidak meneruskan sekolah formalnya. Beliau memutuskan untuk mengaji menamatkan berbagai kitab kuning kepada ayah dan pamannya. Berbagai disiplin ilmupun seperti aqidah, fiqh, nahwu, sharf, tafsir, hadits dan lainnya berhasil dipelajari dengan baik. Dan selama lima tahun beliau melakoni aktivitas belajar dan mengajar santri junior, selain itu juga bertabligh di berbagai mesjid.

Keinginan ya kuat akhirnya mendorong beliau untuk merantau ke Bandung atas saran dari gurunya. Beliau dianjurkan untuk menemui KH E Abdurahman Tokoh Persis di Bandung yang merupakan salah satu murid Guru Besar Persis A. Hassan. Pada awalnya KH E Abdurahman merasa ragu untuk menerima seorang Aceng Zakaria menjadi muridnya, dikarenakan pada saat itu KH E Abdurahman menyelenggarakan sekolah formal dari mulai kelas Ibtidaiyah, Tsanawiyah hingga Mualimin. Sementara Aceng Zakaria hanya lulusan SD secara formal, namun demikian meski tidak sekolah secara formal kemampuan dan penguasaanya pada ilmu ilmu agama bisa lebih baik dari orang yang sekolah formal sekalipun. Setelah dilakukan test, akhirnya Aceng Zakaria diizinkan untuk masuk kelas Mualimin yang merupakan kelas tertinggi di Pesantren Pajagalan Bandung kala itu.

Selain mempelajari berbagai disiplin ilmu, jiwa entrepreneurnya sudah ada sejak kecil. Pada saat di kampungnya sudah terbiasa dengan aktivitas dagang, siang hari sudah biasa bertani dan menjual hasilnya ke pasar. Sehingga pada saat di Bandung pun bersama beberapa saudara ikut berjualan jam tangan dan lainnya, dan kebiasaan ini secara tidak langsung mendidiknya untuk hidup mandiri. Di sisi lain, kebiasaan menulis sudah dilakukanya sejak mengaji di kampung halamanya, selepas mengaji beliau sering menuliskan ringkasan berbagai kitab yang telah dipelajarinya. ” Sambil belajar dan bertabligh saya mulai belajar menuliskan apa yang selama ini saya pelajari. Bahkan manuskripnya masih ada tersimpan rapi, ” kenang Ayah delapan anak ini

Hingga sekarang sudah lebih dari 50 karya buku ilmiah sudah ditulisnya. Buku hasil karyanya beragam mulai dari ilmu nahwu, sharf, usul fiqh, musthalah hadits, fiqh, tafsir sampai buku buku aktual  kontemporer sekalipun. Apa yang menjadi karyanya sekarang membuktikan keluasan ilmu dalam berbagai bidang. Diantara buku yang paling fenomenal yang ditulisnya adalah Al Muyassar Fi Ilm An Nahwi. Buku ini sudah puluhan kali naik cetak sejak tahun 1980 an, dikarenakan tidak hanya santri di kalangan Persis saja yang merasakan manfaat dari buku ini. Berbagai kalangan mulai dari Mahasiswa sampai kalangan Eksekutifpun yang ingin mempelajari nahwu yang menjadikan buku ini sebagai referensi utama. Selain Al Muyassar, buku fenomenal lainnya adalah Al Hidayah fi Masail Fiqhiyah Mutaaridhoh. Buku yang satu ini berisi tentang pembahasan perbedaan pendapat dalam fiqh beserta pemecahannya yang uniknya ditulis dalam bahasa arab. Sehingga tidak heran jika Prof Universitas Al Azhar Mesir memberikan penghargaan tinggi pada buku tersebut yang pertama kali dicetak tahun 1986.

KH Aceng Zakaria yang merupakan pimpinan pondok pesantren persatuan islam 99 Rancabango dan juga sebagai Rektor STAIPI Garut, sekarang mendapatkan amanah kembali untuk memimpin Persatuan Islam masa jihad 2015 – 2020 mendatang. Menjadi Pimpinan tertinggi di Persatuan Islam bukan perkara gampang, karena Ormas Persatuan Islam masih banyak memiliki rencana besar yang belum terlaksana pada periode kepemimpinan sebelumnya. Yang sangat dirasakan adalah Persatuan Islam belum memiliki Universitas, padahal alumni dari Pesantren Persis sendiri dalam setiap tahun tidak kurang dari 3000 santri se Indonesia, sementara untuk Garut saja ada sekitar 800 santri yang lulus setiap tahunnya.

Hal lainnya yang menjadi sorotan utama KH Aceng Zakaria adalah masalah umat islam itu sendiri, secara kuantitas umat islam di indonesia merupakan yang terbanyak di dunia akan tetapi kualitasnya sangat rendah sekali terutama dari segi ekonomi masih kalah dengan masyarakat Indonesia yang non muslim yang populasinya hanya 15 % saja.

” Program yang akan dihadapi dan menjadi prioritas memang banyak. Salah satunya adalah bidang Tarbiyah (pendidikan) dengan membuat Universitas, kedua dakwah yang tidak hanya sebatas tabligh, ceramah tetapi juga melalui media televisi yang pada dasarnya kita belum punya, ” jelasnya

Masalah lainnya, KH Aceng Zakaria juga menyoroti masalah terorisme yang kini banyak terjadi di Indonesia juga dunia internasional. Terorisme biasanya diidentikkan dengan jihad, padahal makna keduanya sangatlah jauh. Jika jihad diandaikan Qital (perang) itu sebenarnya ada tahapan yang harus ditempuh, tahapanya adalah tawarkan dulu islam kalau lawan tidak siap tawarkan upeti (pajak), dan ini tentunya tawaran kepada orang non muslim. ” Jika tawaran untuk masuk islam tidak mau, bayar upeti juga tidak mau maka bismillah kita perang dan itulah etikanya, karena pada dasarnya islam bukan ingin berperang, islam ingin berdakwah, ” jelasnya

KH Aceng Zakaria juga berpesan kepada umat islam terutama dari kalangan Persatuan Islam untuk menyiapkan kualitas keilmuan yang mumpuni. Untuk memiliki kualitas keilmuan yang mumpuni tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui pendidikan, jika proses pendidikanya baik maka kualitas keilmuan, keimanan akan semakin kuat. Sehingga jika nantinya berperan menjadi politikus, pejabat maupun jabatan lainnya yang dinilai strategis tidak masalah karena kualitas keilmuan juga keimanan sudah kuat. ” semua harus ada tahapanya, jangan asal berani saja. Maka harus diperkuat dulu kualitas pendidikan dan kualitas keimanan, yang namanya korupsi dua dirham saja itu neraka. Jika bekal dasarnya sudah kuat dimanapun, jabatan apapun akan siap, ” tegasnya.***Heri Kusmawan

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *