PARIWISATA BUDAYA

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut: Tidak Mudah Syuting Film Di Stasiun KA

Reza Pahlevi dan Yoyo Dasriyo dalam adegan  FTV “Stasiun Cinta” karya Wawan Hermawan di pos jaga pintu lintasan KA Cibatu Garut. Lakon ini membintangkan pula Ayu Pratiwi dan Mentari Intan Nurachmi. (Dokumentasi; Yodaz)
Reza Pahlevi dan Yoyo Dasriyo dalam adegan FTV “Stasiun Cinta” karya Wawan Hermawan di pos jaga pintu lintasan KA Cibatu Garut. Lakon ini membintangkan pula Ayu Pratiwi dan Mentari Intan Nurachmi. (Dokumentasi; Yodaz)

Nostalgia KA “Si Gombar” di Garut: Bagian (10) Selesai

Oleh: Yoyo Dasriyo

Disudut lain, Alan Suryaningrat alias Alan Nuary -pemeran utama pria, tampak bersedih, menatap kepergian Nungky Kusumastuty yang diceritakan naik kereta dari Garut Sedikit penonton tahu, waktu syuting itu sang aktor hanya berdiri mematung sendu. Melepas pandang ke arah bentangan rel kereta, tanpa kereta api lagi. Syuting film yang didukung Rahayu Effendy itu, lalu disambung dengan teknik “jumping shoot” dari keramaian di Stasiun Cibatu.

Kreasi filmis tipuan gambar dalam adegan film “Halimun” seperti itu, memang dibutuhkan untuk lukisan kehidupan Stasiun KA Garut seperti masa lalu. Banyak pembuat film nasional dan sinetron televisi yang membutuhkan potret keramaian di Stasiun KA Garut, harus bermain tipuan gambar. Merangkai sebuah peristiwa dengan berbeda lokasi. Itu pula yang ditempuh sutradara Dedi Setiadi, waktu mengemas sinetron “Apa Kabar Adinda?’”. Selebihnya, pembuat sinetron memilih berpaling dari Garut, dan memburu stasiun Cibatu sebagai lokasi alternatif.

Tahun 1994 sutradara Achiel Nasrun yang menggarap sinetron “Saputangan Dari Bandung Selatan” berbintangkan (alm) Nike Ardilla dan Lucy Dahlia, terpaksa merampungkan sinetronnya di Stasiun KA Cibatu. Tantangan teknis syuting di Stasiun KA Garut yang harus mendua lokasi untuk sebuah adegan itu, pernah pula menghadang pembuatan sinetron “Seorang Perempuan” (1999). Sutradara Neneng Sudiarti yang menampilkan Cahya Kamila, Anastasia Astuti, Gunawan Wibisono dan Sigit Hardadi, tak bisa mengangkat keutuhan skenarionya.

Pamandangan klasik dari rel yang membentang di kawasan Stasiun KA Garut, yang saya tuangkan dalam skenarionya, untuk simbolis “opening scene” bernilai bahasa gambar, ternyata berganti jembatan rel kereta api di Leuwidaun. Saksi bisu masa kejayaan KA “Si Gombar” Garut– Cikajang itu, memudarkan penciptaan adegan “bahasa gambar”. Dialog puitis tokoh Lenny (Cahya Kamila) dan Herman (Gunawan Wb) , saat menyusuri rel kereta api, hanya meluncur datar.

“Herman., saya tidak mau hidup seperti rel kereta api! Seiring-sejalan…, tapi tak pernah bisa bersatu” kata Lenny dalam skenarionya. Tetapi tanpa dukungan setting klasik dan artistik di kawasan Stasiun KA Garut, adegan itu tergelar apa adanya. Kering tanpa kekuatan setting rel kereta api. Memang, sutradara tak bisa memaksakan syuting di stasiun itu, karena teknis “direct-sound” (pengambilan gambar dan rekaman suara langsung), dirintang kebisingan hilir-mudik kendaraan bermotor di Jl Mawar.

Dalam kehangatan iklim industri FTV (Film Televisi), tahun 2011 lakon “Stasiun Cinta” karya Wawan Hermawan, harus berpaling pula dari Stasiun KA Garut, lalu berpindah ke Sasiun KA Cibatu. Film bermuatan drama sosial yang dibintangi Reza Pahlevi, Ayu Pratiwi, Mentari Intan Nurachmi dan Yatie Surachman itu, terhitung amat kental dengan kebutuhan keramaian suasana stasiun. Bahkan alur lakon itu menampilkan sosok penjaga pintu lintasan KA.

Sungguhpun begitu, kenyataannya tidak mudah membuat film berlatar suasana kehidupan di stasiun kereta api. Banyak tahapan proses perizinan yang harus ditempuh. Lokasi yang dibutuhkan untuk syuting pun tidak gratis, dan berbatas waktu! Kondisi itu turut menyusutkan minat kalangan produser film nasional dan sinetron, untuk menggarap lakon berlatar areal lokasi perkeretaapian. Termasuk juga untuk film perjuangan, karena keberadaan lokomotif uap dan stasiun kereta tak bisa ditawar-tawar lagi.

Sejak lok uap “Si Gombar” yang legendaris itu “sakit-sakitan” hingga tiada, sosok Stasiun KA Garut kehilangan magnetis dalam pembuatan film nasional maupun sinetron. Betapapun, masa layanan jasa perkeretaapian di kawasan Garut, sangat berperan dalam mendukung kelangsungan industri perfilman dan sinetron di daerah ini. Bangunan Stasiun KA Garut berikut deretan halte hingga Cibatu dan Cikajang, memang berharga sejarah yang memanjangkan daftar judul film nasional dan sinetron berlatar kawasan Garut. Kecantikan panorama alam dan perangkat perkeretaapian itu, menguatkan pula pamor Garut sebagai tujuan lokasi syuting film nasional dan sinetron Kini, hanya kepingan cerita dan kenangan.***

(Selesai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *