NUSANTARA

ADPPI Minta Menteri ESDM Segera Selesaikan Sengketa Panas Bumi Dieng dan Patuha

Hasanudin Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) foto jmb

Gapura Nusantara ,- Terkait sengketa antara PT. Geo Dipa Energi (Persero) dengan PT. Bumi Gas Energi Pada WKP Dieng dan Patuha, Assosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) dalam rilisnya menyarankan Menteri ESDM sesuai kewenangan yang dimilikinya untuk segera menyelesaikan sengketa kedua perusahaan tersebut.

Ketua ADPPI Hasanudin menyebutkan  dalam pengusahaan panas bumi kepastian potensi adalah salah satu persoalan bagi para pengembang, pada sisi ini pengembang dihadapkan pada persoalan resiko yang cukup besar, namun dengan perkembangan teknologi dan pengalaman para ahli kita, resiko ini dapat diatasi secara profesional.

“Ada resiko lain dalam pengusahaan yang tidak dapat diatasi secara teknis yaitu ketidakpastian sosial dan regulasi, yang tentu saja hal ini menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam penyelenggaraan pengusahaan panas bumi,”Tulis Hasan melalui rilisnya, Senin (15/5/2017)

Menurut Hasan Sengketa antara PT. Geo Dipa Energi (Persero) dengan PT. Bumi Gas Energi pada WKP Dieng dan Patuha, yang telah berlangsung lama ini merupakan salah satu persoalan dalam penguasaan panas bumi.

“Apa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa di WKP Dieng dan Patuha adalah persoalan sengketa korporasi biasa yang dapat segera terselesaikan, apabila para pihak memegang komitmen terhadap pengembangan panas bumi dan saling menjaga etika bisnis,”Ungkapnya.

Hasan merinci beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam sengkata tersebut anatara lain, PT. Geo Dipa Energi mendapatkan Kuasa Pengusahaan secara khusus (setelah penyelesaian permasalahan antara Pemerintah RI, Pertamina, PLN, Himpurna California Energi/HCE dan Patuha Power Limited/PPL). Pemberian Kuasa Pengusahaan ini tidak mengacu KEPPRES No. 22 Tahun 1981, sebagaimana diubah dengan KEPPRES No. 45 Tahun 1991, dimana Kuasa Pengusahaan hanya diberikan kepada PERTAMINA, melalui skema Joint Operation Contract/JOC dan Izin Pengusahaan, namun izin ini hanya diberikan untuk pengusahaan panas bumi skala kecil kepada badan usaha lainnya.

“Kedua adalah Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengambil PLTP Dieng-Patuha dari HCE dan PPL melalui Surat Nomor 436/MK 02 12-001 pada tanggal 4 September 2001, dan menunjuk PT. PLN sebagai Pengelola Proyek PLTP Dieng-Patuha. Sebagai tindak lanjut, PLN dan Pertamina menandatangani Perjanjian Kerjasama pendirian perusahaan PT. Geo Dipa Energi dan Joint Development Agreement (JDA) PLTP Dieng- Patuha. 8 Oktober 2004, berdasarkan sesuai Surat Nomor 1074/D00000/2004-S0, PERTAMINA minta arahan dan pendapat Pemerintah cq Dirjen GSDM mengenai status Area Kontrak Dieng dan Patuha eks HCE dan PPL setelah diterrminasinya JOC, dan ditindaklanjuti Rapat tanggal 18 Januari 2005 di Ditjen GSDM yang dipimpin oien Dirjen GSDM dan dihadiri oleh Departemen ESDM danDepartemen Keuangan, direkomendasikan agar Pertamina segera menyerahkan (relinguishment) Area Kontrak HCE dan PPL di lapangan Geothermal Dieng dan Patuha yang berada didalam WKP Pertamina kepada Pemerintah cg Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi untuk kemudian diserahkan kepada PT. Geo Dipa Energi yang merupakan Joint Venture (JV) Pertamina (67%) dan PLN (33%),” Bebernya

Poin ketiga lanjut Hasan adalah Baru sekitar tahun 2005, pihak pemerintah menyelesaikan hal berkaitan dengan Pendirian PT. Geo Dipa Energi dan proses penyerahan WKP, namun manajemen PT. Geo Dipa Energi pada 5 Maret 2003 telah menunjuk PT. Bumi Gas Energi sebagai pemenang tender dan Keputusan Pemegang Saham yang memberi persetujuan kepada PT. Geo Dipa Energi baru terbit pada 17 Mei 2004. 1 Februari 2005 dibuat dan ditandatangani perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development Agreement Nomor KTR.001/ GDE/11/2005. Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan hingga hari ini.

“Dalam Konteks ini ADPPI berpendapat bahwa sudah saatnya Menteri ESDM menggunakan kewenangannya selaku pemegang otoritas penyelenggaraan pengusahaan panas bumi untuk memfasilitasi penyelesaian dan/atau keputusan penyelesaian persengketaan sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 07 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. Kewenangan ini memperhatikan pasal 5, 6, 36, 37, 65, 78 dan 84 Undang- Undang Nomor. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Pasal 2, 3, 79, 103, 113 dan 115 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 07 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung,”Pungkasnya.***jmb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *