NUSANTARA

ADPPI Kembali Soroti Acuan Pelaksanaan Pengembangan Potensi Panas Bumi

Hasanudin Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) foto jmb

Gapura Nusantara ,- Assosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) kembali menyoroti acuan pelaksanaan pengembangan potensi panas bumi yang masih belum termanfaatkan. ADPPI menyebutkan  dalam Rapat koordinasi Senior Officials Meeting (SOM) antara Pimpinan DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tanggal 25 Oktober 2016 sejatinya telah merekomendasikan pembentukan BUMN khusus panas bumi.

ADPPI menilai hal itu perlu diapresiasi dan ditindaklanjuti, setidaknya untuk memperjelas BUMN Khusus panas bumi sebagaimana dimaksud didalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang menyebutkan; “Pemerintah dalam melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan dapat menugasi badan layanan umum atau badan usaha milik negara yang berusaha di bidang Panas Bumi”, Tulis rilis yang ditandatangi ketu Umum ADPPI Hasanudin, Senin (17/4/2017).

Hal tersebut  kemudian diatur lebih lanjut didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung, Pasal 67, ayat (1), (2) dan (3).

“Hal yang penting dari peraturan ini adalah menyangkut Kriteria Wilayah Kerja Penugasan dan Penugasan berlaku sebagai Izin Panas Bumi (IPB), yang sebelumnya hal ini menimbulkan perdebatan,” Tulisnya.

ADPPI menyebutkan Kriteri Wilayah Kerja Penugasan yaitu 1). telah dilakukan Eksplorasi oleh BUMN atau Pemerintah Pusat; 2). telah dioperasikan oleh BUMN atau Pemerintah Pusat; 3). Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha; dan/atau 4). kriteria lain yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

“Terhadap kriteria lain yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri tentu harus diperjelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih, dan/atau menutup ruang bagi persaingan yang tidak sehat dan menghambat pengusahaan panas bumi yang dilakukan Badan Usaha lainnya yang mendapatkan Wilayah Kerja Melalui Skema Penawaran Terbuka dan/atau Lelang Wilayah Kerja. Ini sesuai dengan Pasal 68, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung, Pasal 68; “…….penugasan pengusahaan Panas Bumi diatur dalam dalam Peraturan Menteri,” Tandasnya.

ADPPI juga menegaskan Sebagaimana diketahui, Penugasan Pengusahaan Panas Bumi kepada BUMN telah berlangsung lama sejak adanya KEPPRES Nomor 22 Tahun 1981 dan KEPPRESS Nomor 45 Tahun 1991. Terhitung sejak tahun 2000, melalui KEPPRESS Nomor 76 Tahun 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Pembangkit Listrik, dan dilanjutkan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, skema penugasan tidak dikenal lagi, dan baru melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, diberlakukan kembali Skema Penugasan kepada BUMN.

Melalui regulasi ini rilis ADPPI menyebutkan telah melahirkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Generasi Pertama di Indonesia melalui skema kerjasama Kontrak Operasi Bersama (KOB), atau Joint Operation Contract (JOC), diantaranya PLTP Kamojang, PLTP Darajat, PLTP Salak, PLTP. G. Salak, PLTP Wayang Windu, PLTP Lahendong, PLTP Dieng, PLTP. Patuha, PLTP. Karaha Bodas, dlsb.

Skema Penugasan ini sebutnya, selain telah berhasil melakukan pengembangan potensi panas bumi menjadi Pembangkit Listrik, tetapi juga dibeberapa tempat menimbulkan persoalan, diantaranya Gugatan Arbitrase pada PLTP Karaha Bodas yang dilakukan Karaha Bodas Corporation (KBC), Sengketa Pembatalan Kontrak Kerjasama PLTP. Patuha antara PT. Geo Dipa Energi dengan PT. Bumigas Energi dan terakhir polemik pergantian operator PLTP Darajat dan Salak dari Chevron Geothermal Corporation ke Star Energy.

Oleh sebab itu, ADPPI meminta Pemerintah (Kementerian ESDM) sebaiknya menunda terlebih dahulu Penugasan Pengusahaan Panas Bumi kepada BUMN sampai diterbitkan Peraturan Menteri ESDM yang khusus dibuat untuk Skema Penugasan.

“Peraturan Menteri ESDM tentang Penugasan Pengusahaan ini penting sebagai kerangka acuan dalam jangka panjang, sebagai bentuk penyempurnaan regulasi penugasaan di era 1980-1990an,”Tandasnya.

ADPPI juga merinci beberapa persoalan krusial yang yang diatur secara terperinci dan operasional, yaitu; BUMD Panas Bumi yang dimaksud didalam peraturan perundang-undangan;  Kriteria Penentuan Wilayah Kerja Penugasan;  Penentuan Harga Tariff Listrik dari Skema Penugasan;  Skema Kerjasama BUMN yang mendapatkan penugasan dengan Pihak Ketiga;  Status Kepemilikan Asset;  Keikutsertaan Pemerintah Daerah dalam Kepemilikan Saham ; Pembangkit Listrik dari Skema Penugasan; Pengalihan Kontrak dan/atau Izin Panas Bumi kepada pihak lain; Peran Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pembinaan;  Iuran Produksi, Dana Bagi Hasil dan Corporate Social Responsibily (CSR);  PLTP yang berasal dari KOB/JOC diatur didalam peraturan ini.

ADPPI berharap Pemerintah dapat mewajibkan kepada BUMN yang mendapatkan Penugasan untuk mengikutsertakan Pemerintah Daerah setempat dalam kepemilikan saham sebagai bentuk kedaulatan negara atas sumber daya panas bumi, bagaimanapun BUMN adalah entitas bisnis yang perlu memperhatikan keikutsertaan pemerintah daerah dalam jangka panjang sebagai representasi yang sah dari penguasaan sumber daya alam panas bumi dikuasai oleh negara.***TGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *