GAPURANA

Gereja Seharga Rp 33 miliar, Dibeli Muslim Indonesia di Amerika

Foto Istimewa
Foto Istimewa

Bangunan itu bercorak khas Amerika. Empat pilar besar kokoh menjulang. Sekilas mirip beranda Gedung Capitol, tempat Presiden Obama berkantor. Hanya saja, tidak ada kubah atau menara di atasnya.

Sebuah papan tembok berukir “First Baptist Church Montgomery” berada di pojok kiri depan halaman bangunan. Namun, ukiran semen yang menjadi identitas bangunan itu dalam proses dihapus.

Dulunya, bangunan yang terletak di Georgia Avenue, Silver Spring, Maryland, Amerika Serikat, ini adalah gereja. Namun, kini masjid itu difungsikan sebagai masjid oleh komunitas Muslim di kota yang tak jauh dari Washington DC itu. Dan pelopornya adalah komunitas Muslim Indonesia.

“Ini dulunya gereja, Mas. Tapi sudah dibeli oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan sebagai masjid. Rencananya akan diresmikan Presiden SBY pada 26 September nanti,” kata Rahmad, mahasiswa asal Jawa Barat yang menuntut ilmu di Washington, sebagaimana dikutip Dream dari Atjeh Post, Kamis 25 September 2014.

Pada awal September lalu, proses renovasi memang tengah dikebut. Selain proses penghapusan nama gereja, para pekerja juga terlihat mendandani interior gedung. Sejumlah orang terlihat mengecat tembok di bagian dalam.

Rahmad mengaku tahu sejarah gedung yang tengah disiapkan untuk masjid itu. “Saya banyak mendapatkan cerita soal gedung ini dari paman saya yang kebetulan bekerja di Kantor kedutaan Indonesia di Washington,” kata dia.

Gedung tersebut merupakan wujud dari cita-cita komunitas Muslim Indonesia di Washington, yang bergabung dalam Indonesia Muslim Association of America atau IMAAM. Organisasi yang dibentuk pada 1993 ini aktif menggelar kegiatan keagamaan, termasuk berupaya mendirikan masjid di Washington.

Upaya IMAAM untuk mendirikan masjid nyaris terwujud pada 1995. Kala itu, organisasi yang kini beranggotakan sekitar 2000 orang ini bisa membeli dua unit rumah di kawasan Veirs Mill Rd, Rockville, Maryland.

Rumah itulah yang hendak dijadikan masjid, namun rencana itu mendapat protes dari masyarakat setempat. Apa boleh buat, keinginan mendirikan masjid bernuansa Indonesia di Amerika terpaksa ditunda.

Marsono (65), pria asal Bandung yang telah menetap di Amerika selama 30 tahun, mengatakan, jika kedua rumah itu bisa difungsikan sebagai masjid kala itu, maka warga Muslim Indonesia yang tinggal di Amerika lebih menyatu dan kompak, sehingga memudahan untuk melaksanakan kegiatan sosial lainnya.

Namun impian itu belum berhasil karena hambatan dari warga setempat. “Pemerintah Maryland juga tidak memberi izin kalau masyarakat sekitar masih menolak,” tambah Marsono.

Akibat penolakan itu, dua gedung yang dibeli di kawasan Rockville hanya bisa dijadikan sebagai IMAAM Center. Tidak ada aktivitas ibadah di sana. Sementara untuk salat atau kegiatan ibadah lainnya, warga Muslim Indonesia harus menyebar di sejumlah masjid yang ada di Washington dan sekitarnya.

Kisah berubah tatkala terpampang iklan di sebuah media online yang menyebut soal rencana penjualan gereja tua di kawasan Georgia Avenue, Silver Spring, MD, Maryland. Iklan itu ditayangkan oleh pengurus gereja yang mengaku terpaksa menjual gedung itu karena tidak ada lagi aktivitas ibadah di sana.

Sejak lima tahun terakhir, gereja itu dibiarkan kosong melompong karena sebagian besar jemaahnya kini menganut atheis. Sehingga gereja itu tak lagi dipakai untuk kegiatan ibadah.

Ukuran gereja itu cukup besar. Luas gedungnya saja mencapai 3.520 m persegi, dengan luas tanahnya mencapai 15.625 m persegi. Kapasitas ruangan di dalam mampu menampung sekitar 350 orang. Lapangan parkirnya juga cukup luas, bisa menampung lebih dari 100 mobil. Harga jualnya US$3 juta atau sekitar Rp 33 miliar, dengan kurs sekitar Rp 11.000 perdolar.

Gedung yang dibangun tahun 1955 itu, berada di tengah kota Maryland. Merujuk kepada izinnya, gedung itu hanya khusus untuk kegiatan rumah ibadah. Pihak gereja sebenarnya sudah lama ingin menjual gedung itu, tapi tidak laku karena izin penggunaannya tidak bisa digunakan selain untuk ibadah.

Ini yang membuat pengurus IMAAM tertarik untuk membelinya. Jika gedung itu bisa dibeli, maka tidak perlu lagi memohon izin pendirian rumah ibadah dari pemerintah setempat karena sejak awal peruntukannya memang untuk rumah ibadah.

Namun masalahnya, darimana pengurus IMAAM bisa mendapatkan dana $3 juta? Kalaupun dua unit gedung yang ditempati IMAAM Center dijual, diperkirakan harganya $1 juta. Itu berarti masih kurang sekitar $2 juta lagi. Jelas ini bukan jumlah yang kecil. Butuh usaha ekstra untuk menambal kekurangannya.

Sampai akhirnya muncullah ide dari pengurus IMAAM untuk membicarakan masalah ini dengan Dino Pati Djalal yang ketika itu menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika. Dino yang menyambut baik ide itu kemudian menyampaikan kabar ini langsung ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Gayung bersambut, SBY rupanya sangat tertarik dengan ide itu. Ia pun langsung membahas masalah ini dengan DPR. Kebetulan waktu itu masih ada sisa anggaran $5 juta yang belum terpakai.

Tak butuh waktu lama bagi DPR dan pemerintah untuk menyepakati pemberian hibah $3 juta untuk IMAAM sebagai modal untuk membeli gereka di Amerika itu. Sedangkan sisanya yang $2 juta digunakan untuk membangun gedung mahasiswa Indonesia di Mesir.

Akhirnya sejak Juli 2014 lalu, IMAAM resmi mengambil alih First Baptist Church Montgomery Maryland untuk dijadikan sebagai masjid. Hebatnya lagi, mereka bisa membeli masjid itu tanpa menjual dua gedung IMAAM Center yang sudah ada sebelumnya. Upaya renovasi langsung dilakukan secara bertahap.

Kursi panjang yang biasa digunakan untuk beribadah di gereja dibongkar dan digantikan dengan karpet dari Arab. Para Muslim Amerika beramai-ramai urun rembuk dan mengumpulkan dana untuk renovasi gedung tersebut.

Berbagai kegiatan syiar Islam juga mulai aktif dilakukan di dalamnya. Beberapa tokoh Islam di Washington diundang untuk memberikan ceramah agama di sana. Awal September ini, suasana di dalam gedung itu terlihat sangat asri. Selain papan nama yang tengah dihapus, di bagian luar tak ada tanda-tanda lagi yang menunjukkan bangunan itu adalah bekas gereja.

Di bagian dalam, hanya ada pentas di bagian depan yang biasa digunakan pendeta atau penyanyi koor gereja untuk tampil di depan jamaahnya. Dekorasi itu memang agak unik untuk dihadirkan di dalam masjid. Tapi pengurus IMAAM berencana akan mengubahnya secara bertahap sehingga nantinya desain khas masjid itu bernuansa Indonesia.

Hambatan lainnya adalah masalah tempat wudu yang masih menggunakan model kamar mandi biasa. Untuk mengubah layout kamar mandi itu harus membutuhkan izin dari pemerintah lokal. Pengurus IMAAM mengaku sudah meminta izin, tapi sepertinya belum ada tanda-tanda mendapat persetujuan.

Meski demikian mereka tetap bertekad terus memohon untuk izin perubahan itu, sehingga nantinya fasilitas di gedung itu ideal dikatakan sebagai masjid.

Belum ada nama resmi utuk masjid tersebut. Sementara ini para jamaah hanya menyebutnya sebagai Masjid Indonesia. Nama resminya baru akan diputuskan pada 26 September ini, yang rencananya langsung diberikan oleh SBY yang khusus datang ke Washington untuk meresmikannnya.

Sumber: http://bit.ly/ZPZkBz (Ism)

dikutip dari Dream.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *