GAPURANA

Kenangan Kecil Perkeretaapian : Stasiun KA Garut Pernah Bertabur Bintang

Sutradara film legendaris (alm) H Usmar Ismail (kanan), di lokasi syuting film produksi “Perfini”. Usmar menempatkan sebagian lokasi syuting film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” di Stasiun KA Garut (1962). (Foto: Istimewa)
Sutradara film legendaris (alm) H Usmar Ismail (kanan), di lokasi syuting film produksi “Perfini”. Usmar menempatkan sebagian lokasi syuting film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” di Stasiun KA Garut (1962).
(Foto: Istimewa)

Kenangan Kecil Perkeretaapian (Bagian 1):
Oleh: Yoyo Dasriyo

MASIH membasah dalam ingatan. Suatu pagi di tahun 1962. Saya terbawa arus warga kota Garut yang berhamburan memburu lokasi stasiun KA. Saat kejayaan perkeretaapian itu, terkabar tentang serombongan artis film ibukota hilir-mudik di areal stasiun. Saya masih sekolah di SR (Sekolah Rakyat). Ingin sekali melihat sosok para bintang film Indonesia, yang sering jadi buah bibir orang. Kebetulan, jarak dari tempat tinggal ke lokasi stasiun pun relatif dekat. Hanya direntang tigaratus meteran.

Kawasan stasiun terkurung kerumunan manuia. Saya cepat menyusupkan diri. Rupanya, pagi itu berlangsung syuting film perjuangan. Tampak di balik kaca Jeep Willyz, dan beberapa kendaraan unit film lainnya tulisan “Moch Toha Pahlawan Bandung Selatan”. Tak tahu, kalau itu judul filmnya. Di depan kamera film yang didorong di atas lori beralas jalur rel kereta api, seorang lelaki simpatik berpakaian laskar pejuang beraksi.

Berulangkali sang pejuang itu dilepas wanita cantik berkain kebaya, sebelum datang kereta api dari Cibatu. Namun keasyikan menonton syuting film selalu saja terganggu bentakan. Seseorang berwajah tak bersahabat, lalu menyuruh semua orang berpindah tempat. Kami digiring ke suatu tempat. Orang itu mengingatkan, pembuatan film tidak boleh ada orang lain, kecuali pemain. Penonton syuting, harus terhindar dari arah kamera.

Mana saya tahu, mengapa banyak orang justru diminta hilir-mudik di depan kamera…? Hati kecil tergoda. Ingin rasanya dilibatkan seperti mereka. Mondar-mandir disorot kamera! Terlukis kebanggaan, jika bisa tampil di dalam film yang akan diputar di Bioskop “Tsung Hwa” (sebelum berganti “Sumbersari’), “Odeon” (“Cikuray”) atau di “Garden”, yang kini berganti Gedung Kesenian Garut. Saya tak bisa memaksakan kehendak. Tak tahu pula caranya, agar bisa menonton syuting film di stasiun sampai tuntas. Siang hari itu harus pergi sekolah, yang kemudian jadi SDN 10 Bentar di Jl Guntur. Ternyata, syuting film itu bukan hanya di stasiun kereta. Berulangkali pindah tempat, hingga masuk ke areal perkampungan Bentar di timur kota Garut. Tak jauh dari tempat saya sekolah.

Di lain hari dalam perjalanan ke sekolah, kerumunan orang menutup badan Jl Guntur. Tepat di depan “Pasar Garoet”. Di situ syuting film kembali digencarkan di areal parkir delman, yang menyumbat pintu gerbang pasar. Entah buat apa, banyak drum berserakan di tengah jalan. Sesaat kemudian, muncul truk militer bermesin Chevrolet “jambrong”. Lelaki berpakaian laskar pejuang, yang pernah beraksi di Stasiun KA Garut, turun dari bak truk itu.

Sosok pejuang itu berperawakan sedang. Wajahnya ceria mengulum senyum. Bergerak ke arah perempuan cantik dan berkebaya, yang menunggu di dalam delman. Sebelum disyuting, delman mendadak dicat. Tak cukup sekali, adegan film dikerjakan penuh kesungguhan. Saya ingat Masih dalam ingat figur sang pejuang itu mengalami kecelakaan. Kakinya tertimpa drum di dalam bak truk. Kegiatan syuting film dihentikan. Semua kru film tersentak. Mereka memburu bintang film, yang tertatih-tatih sambil menahan sakit itu.

Saya keasyikan menonton syuting film itu, hingga kesiangan masuk sekolah. Tiada maaf, “Pak Guru” menghukum saya di kelas. Saya tahu kemudian, figur pejuang itu aktor kondang (alm) H Ismed M Noor, adik kandung (alm) Soekarno M Noor. Paman aktor H Rano Karno itu berperan sebagai “Mochammad Toha”. Dua perempuan muda cantik dan berkain kebaya, tak lain dari Mieke Widjaya dan Mila Karmila. Sutradara filmnya, (alm) H Usmar Ismail. “Bapak Perfilman Nasional” yang melegenda dengan kejayaan NV “Perfini”.

Sejumlah penonton yang diminta hilir-mudik di depan kamera itu, dikenal dengan istilah figuran! Pemain “on the spot” di lapangan. Mereka jadi penguat atmosfer adegan film. Direntang enambelas tahun dari syuting film “Toha Pahlawan Bandung Selatan” di Garut, perjalanan profesi mempertemukan saya dengan Mieke Widjaya di rumahnya, semasa menghuni rumah di Jl Mandala, Jakarta.***

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *