GAPURANA

Tawuran Pelajar : “Deliquen atau Kriminal ?”

Oleh : Dian Andriasari

Peristiwa tawuran pelajar yang sering kali terjadi dihampir semua daerah di Indonesia, menjadi fenomena sosial yang kompleks, dampak dari tawuran begitu luar biasa terbukti dengan menimbulkan keresahan di masyarakat dan jatuhnya korban dari kalangan pelajar yang nota bene merupakan generasi penerus bangsa secara sia-sia dan konyol.

Dampak tersebut merupakan tamparan bagi wajah pendidikan serta cerminan kegagalan sistem pendidikan saat ini, juga sebagai realitas lemahnya perlindungan sosial dan penegakan hukum di negeri ini.

Masalah tawuran di kalangan pelajar tidak dapat dipandang hanya sebagai masalah yang sepele, efek domino dari sejumlah peristiwa tawuran yang terjadi beruntun di ibukota mungkin saja dapat berpengaruh negatif bagi kehidupan sosial di kalangan pelajar di daerah lainnya.

Munculnya perbedaan persepsi di masyarakat tentang tawuran pelajar yakni ada yang memandang bahwa peristiwa tersebut hanya merupakan bentuk lain dari kenakalan remaja (deliquent) saja, sedangkan dilain pihak banyak pula yang memandang bahwa tawuran pelajar sudah bukan lagi deliquent, tapi sudah merupakan perbuatan pidana (kriminal) dan atau jahat.

Istilah deliquent sendiri memiliki makna yang berbeda dengan “kriminal” kata deliquent berarti kenakalan remajadan konsekuensi yang timbul hanyalah konsekuensi sosiologis, yakni adanya reaksi sosial berupa kecaman dari masyarakat, atau dalam bentuk yang lebih serius adalah munculnya reaksi informaldarimasyarakat dalam bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi dalam sistem peradilan pidana terhadap para pelaku baik kejahatan maupun pelanggaran, akan tetapi tidak selalu mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku, dan reaksiinformal ini sesekali dilakukan oleh lembaga kepolisian demi alasan-alasan praktis dan pragmatis.

Reaksi ini pula terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat ketika menghadapi peristiwa tawuran pelajar. Masyarakat dan aparat kepolisian duduk bersama untuk meredam peristiwa tersebut tanpa memprosesnya melalui jalur hukum.

Sedangkan istilah “kriminal” atau jahat dan atau perbuatan pidana, memiliki korelasi dengan konsekuensi yuridis yakni penimpaan nestapa dari negara berupa pemidanaan bagi para pelaku kejahatan. Pandangan bahwa tawuran pelajar merupakan perbuatan kriminal di dtandai oleh adanya reaksi formal masyarakat terhadap kejahatan dalam bentuk tindakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga masyarakat yang dibentuk secara formal untuk menanggulangi kejahatan dan pelanggaran hukum, wujud reaksi formal tersebut adalah dengan dibentuknya sistem peradilan pidana.

Hal tersebut mengandung arti bahwa ketika terjadi suatu peristiwa kejahatan, maka hukum memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memberikan punishment sebagai efek jera bagi para pelaku kejahatan, sekaligus penegakan hukum tersebut dimaksudkan sebagau general prevention bagi masyarakat lainnya agar tidak berlaku jahat atau melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Peristiwa tawuran pelajar seyogyanya harus di maknai dengan cara pandang yang objektif dan holistik. Satu sisi tawuran pelajar jelas-jelas dilakukan oleh individu (subjek hukum) yang masih dibawah umur, sehingga ada rambu-rambu hukum yang patut di tegakkan yakni aspek hukum perlindungan anak, ini berarti apabila para pelaku diseret dalam proses hukum maka rambu-rambu tersebut wajib dihormati dan dipatuhi oleh para penegak hukum dan seluruh elemen masyarakat, terutama media dalam hal pemberitaan agar lebih berimbang.

Sedangkan pada aspek lain, peristiwa tawuran tersebut menimbulkan korban jiwa, sehingga sejumlah indikator suatu perbuatan dikategorikan perbuatan kriminal atau perbuatan jahat terpenuhi. Yakni adanya aturan pidana yang dilanggar, dan adanya pihak yang merasa dirugikan (korban), indikator lain adalah perbuatan tersebut mengganggu ketertiban umum.

Memang tidak keliru apabila ada pihak yang berpendapat bahwa tawuran pelajar hanya kenakalan remaja, akan tetapi patut untuk diperhatikan munculnya korban jiwa yang membuat episode tawuran pelajar akhir-akhir ini lebih dramatis dan menjadikannya sesuatu yang luar biasa.

Solusi

Berdasarkan perbedaan hipotesa tersebut, maka perlu disadari oleh seluruh elemen bangsa ini, terutama aparat penegakan hukum, bahwa tawuran pelajar memang tidak dapat dipungkiri termasuk bentuk lain dari kenakalan remaja sebagai bagian dari proses sosial yang alamiah, namun akan menjadi tidak lumrah apabila kenakalan tersebut berdampak serius dan atau luar biasa yakni hilangnya nyawa manusia, ini berarti secara otomatis reaksi masyarakat adalah mempersilahkan aparat penegak hukum untuk membiarkan hukum bekerja, memproses para pelaku “deliquent” secara jujur dengan tetap mengedepankan aspek perlindungan hukum bagi anak yang berhadapan dengan proses hukum.

Makna dari rangkaian proses tersebut adalah terciptanya keseimbangan antara social welfare dan social defense dalam kehidupan di masyarakat, di satu sisi perlindungan hukum bagi masyarakat yakni bagi keluarga korban terpenuhi, dan pada sisi lain perlindungan secara umum bagi masyarakat dapat terpenuhi, karena bagaimanapun pelaku tawuran tersebut adalah masih remaja dan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam proses peradilan yang berjalan.

Masalah tawuran pelajar tidak hanya menjadi domain ranah penegakan hukum saja, akan tetapi upaya preventif seharusnya lebih di utamakan sehingga intensitas tawuran pelajar dapat ditekan dengan berbasis pada sistem pendidikan budi pekerti, sehingga penegakan hukum pidana sifatnya hanyalah merupakan ultimum remedium saja. ***

***Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unisba Alumni STHG dan Magister Fakultas Hukum Unisba**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *